• Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu kegiatan dari manajemen perusahaan yang sering dianggap sebagai sebuah etika bisnis. Kegiatan ini merupakan komitmen yang secara berlanjut terus dilakukan oleh perusahaan sebagai wujud tanggung jawabnya terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. CSR pun dapat dijadikan sebuah investasi bagi perusahaan di mana para pemangku kepentingan dan pengguna kepentingan dapat berinteraksi dengan baik untuk saat ini dan ke depannya. Tidak mengherankan, fokus pada kegiatan ini terus dikembangkan.

    Seperti dikemukakan oleh Peter Brew dari International Business Leaders Forum (IBLF) , kondisi dunia saat ini sedang “on fire”. Hal tersebut ditandai oleh kondisi keuangan dan pereknomian yang tidak stabil, landscape ekonomi yang baru, kerusakan lingkungan dan perubahan iklim, kekayaan di antara kemiskinan, maraknya korupsi, konflik yang terus melebar dalam masyarakat serta kondisi sosial yang tidak stabil. Menurutnya hal-hal tersebut memberikan dampak kepada setiap perusahaan yang hubungannya dengan tindak lanjut dalam pelaksanaan CSR-nya.

    “Dampaknya pada bisnis yang pertama adalah bahwa ketidakpastian dan ketakutan akan menyebabkan kondisi berjalan ke arah yang lebih buruk,” ujarnya. Selain itu, beberapa resiko bisnis akan meningkat misalnya resiko pada market dan supply, resiko hubungan dengan klien serta yang lainnya. Dan dampak yang terakhir adalah masuknya campur tangan pemerintah untuk setiap kebijakan yang dibuat oleh perusahaan. Menurut Peter, dari sejumlah dampak tersebut, tantangan yang muncul bagi setiap perusahaan antara lain tanggung jawab untuk mengaspirasikan keseimbangan sosial, ekonomi dan lingkungan, mencari inovasi-inovasi sosial, serta mengkaji kembali peranan bisnis perusahaan dalam sebuah komunitas.

    Dari semua tantangan tersebut, pimpinan perusahaan memegang peranan yang cukup penting. Peter menuturkan, ada beberapa hal yang pokok yang harus diperhatikan oleh pemegang kekuasaan di perusahaan terkait denagn kegiatan CSR. Di antaranya adalah, CSR merupakan salah satu strategi bisnis bukan merupakan pelengkap, implementasi dari praktek kebijakan, peluang strategi bisnis berupa hubungan dengan komunitas-komunitas maupun partner-partner sosial. “Kepemimpinan juga harus menyebarkan penagruh-pengaruhnya kepada para social partners seperti komunitas sipil, pemerintah, akademisi, maupun para pebisnis lainnya,” kata Peter lagi.

    Sumber : http://swa.co.id/

  • Karena sarana yang ada dianggap kurang memadai, maka layanan berbasis cloud

    computing belum banyak dinikmati di Indonesia. Namun HP menawarkan modus jitu yang diklaim membuat layanan tersebut menjadi mudah.

    “Dengan tool dan pengalaman yang kami miliki, bisa membantu sebuah perusahaan yang ingin membuat layanan cloud computing,” ujar Damien Wong, General Manager Software & Solution HP.

    Di Indonesia sendiri, masih menurut Wong, meski belum banyak perusahaan yang
    menggunakan layanan cloud computing namun bukan berarti infrastruktur di Tanah Air ini tidak mendukung.

    “Memang saat ini di Indonesia belum ada publik cloud computing, tapi perusahaan yang menggunakan internal cloud computing sudah banyak. Jadi secara teknologi di sini sudah siap” tandas Wong, di Ritz Carlton Hotel, Jakarta, Kamis (14/10/2010).

    Layanan berbasis cloud computing diklaim HP bisa mengoptimalkan layanan yang
    ditawarkan sebuah perusahaan. Mulai dari kualitas layanan yang lebih baik, biaya operasional lebih rendah, hingga waktu yang lebih ringkas.

    Sumber : detiknet

  • Google meluncurkan Google Maps Indonesia, sebuah platform pencarian lokal yang membantu pengguna di Indonesia menemukan informasi geografis lokal, pada hari ini (6/10), di Blitz Megaplex, Jakarta. Sebagai strategi awalnya untuk meningkatkan awareness masyarakat Indonesia mengenai platform ini, Google telah bermitra dengan satu provider dan dua start up lokal Indonesia yang memanfaatkan Google Maps API gratis secara terintegrasi. Ketiga mitra tersebut adalah Telkomsel, Urbanesia, dan LewatMana.com.

    Andrew McGlinchey, Product Manager, Google Southeast Asia mengatakan bahwa kerjasama yang dilakukan di awal peluncuran ini memberikan beberapa keuntungan baik bagi partner, user, maupun perusahaan. Dengan pola sharing content, informasi yang diberikan user melalui Urbanesia, LewatMana maupun Telkomsel secara otomatis akan masuk pula ke dalam konten Google. Nantinya, setiap user yang menggunakan mesin pencari tersebut menemukan data yang lebih lengkap dan akurat. “Jika (hasil pencarian) lebih akurat, akan lebih banyak user yang mengakses dan tentunya juga akan lebih banyak pengiklan,” ujar Andrew.

    Hal senada diungkapkan oleh Selina Limman, pendiri Urbanesia.com, “Penggunaan Google Maps API membantu kami meraih misi Urbanesia untuk membuat kehidupan kota lebih mengasyikan dan nyaman, serta membantu perusahaan-perusahaan kecil mempromosikan produk dan layanan mereka secara efisien,” paparnya. Menurutnya, ketika pengguna Indonesia mencari perusahaan, produk dan layanan di Google Maps, mereka akan melihat daftar lebih dari 220,000 perusahaan lokal yang diberikan oleh Urbanesia. Saat ini jumlah pengunjung Urbanesia dalam sebulan mencapai 580.000 visitor dan diharapkan dapat terus naik hingga 1 juta visitor.

    Di LewatMana, Google Maps API digunakan untuk menunjukkan kondisi lalu lintas secara langsung di jalan-jalan utama di Jakarta, serta overlay video kamera lalu-lintas dan lokasi insiden lalu lintas yang dilaporkan seperti banjir, penutupan jalan dan kecelakaan. Hendry Soelistyo, pendiri LewatMana.com mengatakan, saat ini secara bisnis atau revenue sharing dari kerjasama antara LewatMana dan Google belum terbentuk. Namun ke depannya ia berharap akan ada semacam kerjasama bisnis yang menguntungkan kedua belah pihak.

    Platform geografis kolaboratif ini juga memungkinkan para pengguna, perusahaan dan pengembang untuk menciptakan peta mereka sendiri untuk berbagi informasi tentang tempat-tempat di Indonesia seperti yang dirasakan oleh warga lokal. Google Maps versi Indonesia memberi sumber informasi lokal yang meliputi jalan, alamat dan ratusan ribu perusahaan di seluruh Indonesia. Google Maps juga dapat menampilkan konten yang diciptakan oleh pengguna dalam Bahasa Indonesia dan banyak bahasa lain, sehingga baik warga lokal maupun pendatang dapat menyumbang konten teks, foto dan video.

    “Google Maps memungkinkan pengguna, perusahaan dan pengembang lokal untuk memberi sumbangan informasi mengenai Indonesia, sehingga menjadikannya peta onlineyang paling kaya konten dan paling relevan di tanah air,” kata Derek Callow, Head of Marketing, Google Southeast Asia. Ia mengatakan, bekerjasama dengan Urbanesia, LewatMana dan Telkomsel merupakan sebuah permulaan yang nantinya mungkin saja akan diikuti oleh kerjasama lainnya dengan beberapa pihak. Andrew jmenambahkan, ke depan Google terus akan bekerja sama dengan beberapa mitra lainnya. “Mungkin sekitar tiga atau empat (partner), namun belum bisa kami sebutkan namanya,” ungkapnya.

    Sumber : http://swa.co.id/

  • Perang Tarif BlackBerry Mulai Merambah Luar Negeri

    Nampaknya perang tarif layanan BlackBerry di Indonesia mulai merambah ke luar negeri. Setidaknya hal tersebut terlihat dari manuver pemasaran yang dibesut oleh PT XL Axiata Tbk (XL) yang memberikan fasilitas gratis internasional roaming data bagi pelanggan XL BlackBerry di 7 negara dalam jangka waktu yang terbatas, yakni antara 3 hari hingga 10 hari pertama.” Fasilitas ini berlaku mulai 13 Oktober – 31 Desember 2010 baik bagi pelanggan Prabayar maupun Pascabayar di 7 negara yaitu Malaysia (Celcom), Singapura (M1), Kamboja (Hello), Bangladesh (Robi), Sri Lanka (Dialog), Hongkong (SmartTone),dan Jepang (Softbank),” ujar Joy Wahyudi, Direktur Commerce XL. Joy menambahkan, dengan tingginya biaya roaming data BlackBerry selama ini, maka gebrakan ini akan sangat menarik para pengguna layanan BlackBerry XL yang jumlahnya saat ini hampir mencapai 600 ribu pelanggan aktif.

    Untuk pelanggan baru XL BlackBerry One bulanan yang yang menggunakan kartu XL Prabayar bisa secara otomatis menikmati fasilitas ini begitu mengaktifkan layanan XL BlackBerry dengan tariff Rp. 99.000/bulan. Pelanggan tidak akan dikenakan biaya apapun untuk mengaktifkan layanan roaming internasionalnya. Fasilitas gratis roaming ini berlaku selama 3 hari pertama di negara yang dikunjungi serta untuk maksimal 3 kali kunjungan di negara tujuan dalam jangka waktu 30 hari atau sebulan. Untuk hari ke-4 dan seterusnya di setiap kunjungan akan dikenakan tarif roaming normal

    Sementara bagi pelanggan XL BlackBerry yang menggunakan kartu XL Pascabayar, fasilitas gratis internasional roaming bisa dinikmati selama 9 hari dalam jangka waktu 30 hari di 7 negara yang termasuk dalam daftar program bebas internasional roaming ini. Untuk hari ke-10 dan seterusnya, akan dikenakan tarif roaming normal.

    Bagi pelanggan baru, cara mendapatkan fasilitas gratis layanan internasional roaming ini dengan mengirimkan SMS dengan menuliskan BB(space)BULAN lalu kirim ke 568. Setelah menerima notifikasi, jawab dengan ketik YA dan kirimlagi ke 568. Pelanggan akan mendapatkan notifikasi lagi yang menginformasikan bahwa dalam 24 jam layanan XL BlackBerry-nya akan aktif. Dengan aktifnya layanan XL BlackBerry, otomatis pula akan aktif fasilitas roaming internasional. Layanan Blackberry Roaming akan otomatis dihentikan saat pelanggan tiba di Indonesia.

    Sumber : http://swa.co.id/

  • Implementing Knowledge Share

    Knowledge Share has currently been implemented in DKM and DPD; process of work and working documents have been integrated into an enterprise content management system called Knowledge Share (Figure 3).

    The benefits of implementing Knowledge Share are:

    • Easy to use.
    • Information available when needed.
    • Enhanced customer relations.
    • Reduction in costs.
    • Reduction of redundant work.

    Scope of Knowledge Share at DPD:

    • e-Document.
    • e-Process:
    • Decision-making process.
    • Reserve transaction.
    • Intervention.
    • Submission of reports for board of governors’ meetings.
    • Counter-party evaluation.

    Scope of Knowledge Share at DKM:

    e-Document, e-Process, Submission of reports for board of governors’ meetings.

    The implementation of Knowledge Share is primarily applied to core directorates to enhance and shorten the working process and to make the results available to the board of governors. The implementation of the KM system will continue to be ongoing well into the coming years, and attempts have been made to broaden its implementation to include other bank functions such as the banking and payment system.

    Enabler

    Bank Indonesia has peculiar characteristics that made this KM initiative work: a specific structure and standard operating procedures as well as certain facilities to run these initiatives. Moreover, from the employees’ point of view, there are many ways to describe the kind of people who work at Bank Indonesia. Dr. Goeltom opts for a performance-based approach to describe the character of an employee. A typical feature of a performing employee is consistent performance. The high quality of Bank Indonesia employees lies in their ability to complete the tasks given to them. This often eludes the perception of individuals even when they are working at Bank Indonesia. This quality is often hidden, quietly kept, as if it were not in existence. Implied in this is the untapped potential of the Bank’s workforce. However, it is the bank’s culture of always delivering results that makes this KM Initiative work four years after its inception.

    Bank Indonesia is aware that the knowledge of the existence of good or best practices and specified knowledge alone is not enough. Their benefits are limited unless they are transferred and applied or put into practice.

    WHAT IS BANK INDONESIA DOING?

    • Sharing its experience and knowledge in KM implementation and concepts in particular with universities across the country under the catchword of BIDIK, an Indonesian abbreviation for the sharing of information in universities.
    • Encouraging individuals who have been successful in applying KM to provide peer assistance.
    • Learning new things regarding approaches adopted by other organizations.
    • Extending the network of communities experienced in KM to national and international levels.

    LESSONS LEARNED

    As a large organization subjected to various levels of bureaucratic influence from the government of Indonesia, Bank Indonesia is confronted with some challenges in making itself into a knowledge-based organization. Even though there have been no major difficulties in terms of introducing information technology, some lessons that have been learned as far as human perspectives are concerned are presented below.

    Inviting big elephants to dance is a significant challenge. As the country’s central bank, Bank Indonesia is an organization with no competitor. This means that its employees live in a comfort zone, resistant to change. “Why must we change? This present situation is already so good and smooth. What is change for?”

    “Teaching smart people to learn” is perhaps the most accurate phrase to describe the situation in Bank Indonesia. The quality of its human resources is high, and yet this is exactly the reason why it is difficult to ask these intelligent individuals to learn again. And finally, there is another factor that is often encountered in almost every organization: a lack of trust. Somehow this must be dealt with.

    Lessons learned in implementing KM at Bank Indonesia are:

    • Start small, not with a Big Bang.
    • Have a clear vision.
    • Have key performance indicators (you will not be able to manage if you are not able to measure).
    • Have commitment from top leadership.
    • Have a reward and recognition system.
    • Reinforce learning and sharing activities and integrate them into the business process.

    It has also been learned that KM is not a technology project. It is a “heart” project, for it is about how to find a place for your initiative everyone’s heart and how to instill in everyone a spirit of learning and sharing activities. It justifies the belief that “In the end, it is too early to say that our implementation is a success story; we are embarked on a journey of knowledge management, reaching towards our destiny …”

    Ada beberapa point yang bisa diambil pada case diatas sbb :

    • BI yang notabene suatu organisasi yang besar ternyata sudah mulai sadar butuh KM.
    • Organizational Culture sangat dibutuhkan sekali ketika pertama kali implementasi KM.

    Sumber : http://apintalisayon.wordpress.com/km-case-studies/

  • Management 14.10.2010 No Comments

    Competitive advantage merupakanKnowledge Spiral

    suatu kemampuan perusahaan untuk bersaing lebih unggul dibandingkan kompetitior. Competitive advantage dapat dihasilkan dari berbagai macam cara, sebagai contoh keunggulan dalam hal kapasitas produksi, keunggulan dalam hal akses ke sumber daya, keunggulan dalam hal asset perusahaan (gedung, kendaraan, mesin pabrik), atau keunggulan dalam hal pengetahuan. Nah keunggulan dalam hal pengetahuan ini bila kita kita kelola dengan baik akan dapat menjadikan senjata yang unggul dalam bersaing. Saya beri contoh Toyota menciptakan suatu filosofi Toyota Way yang kemudian berkembang menjadi salah satu dasar manajemen kualitas yang tertulis dalam Toyota Production System. Contoh lainnya Schlumberger yang mengeluarkan sistem InTouch, suatu sistem yang didesain untuk membuang segala keruwetan informasi sehingga mempermudah karyawam untuk saling knowledge sharing.

    Nah, disinilah benang merah antara knowledge management dengan competitive advantage, utamanya keunggulan bersaing dalam hal pengetahuan. Knowledge management menjadi suatu tools untuk mewujudkan knowledge competitive advantage. Dengan pengelolaan pengetahuan tersebut dengan baik, maka perusahaan akan memperoleh beberapa keuntungan antara lain:
    -Mengetahui kekuatan (dan penempatan) seluruh SDM
    -Penggunaan kembali pengetahuan yang sudah ada (ditemukan) alias tidak perlu mengulang proses kegagalan
    -Mempercepat proses penciptaan pengetahuan baru dari pengetahuan yang ada
    -Menjaga pergerakan organisasi tetap stabil meskipun terjadi arus keluar-masuk SDM

    Knowledge Spiral
    Ada satu hal lagi yang tidak bisa dipisahkan dari knowledge management karena menjadi salah satu legenda dalam Knowledge Management yaitu knowledge spiral yang dikenalkan oleh Ikujiro Nonaka dengan bukunya The Knowledge-Creating Company. Ikujiro Nonaka membuat suatu formulasi yang kita kenal dengan nama SECI atau Knowledge Spiral.

    Inti konsepnya dalam knowledge spiral bahwa pengetahuan itu mengalami proses bilamana digambarkan akan berbentuk spiral. Proses itu antara lain Externalization – Combination – Internalization – Socialization.

    Proses eksternalisasi (externalization),
    Proses ini mengubah tacit knowledge menjadi explicit knowledge. Secara natural tacit knowledge sulit dikonversi menjadi explicit knowledge. Proses ini bisa dilakukan dengan mendokumentasikan atau menuliskan know-how dan pengalaman yang didapatkan ke dalam bentuk tulisan artikel atau bahkan buku apabila perlu.

    Proses kombinasi (combination),
    Proses ini memanfaatkan explicit knowledge yang telah ada untuk diimplementasikan menjadi explicit knowledge lain. Proses ini bisa dengan mengkombinasikan explicit knowledge yang satu dengan yang lainnya sehingga menjadi explicit knowledge baru. Dengan proses ini, kita bisa meningkatkan skill dan produktifitas.

    Proses internalisasi (internalization),
    Proses ini mengubah explicit knowledge sebagai inspirasi datangnya tacit knowledge. Dengan referensi dari manual dan buku yang ada, kita menemukan pengalaman baru, pemahaman baru dan know-how baru.

    Proses sosialisasi (socialization),
    Sosialisasi meliputi sharing information dan komunikasi tacit knowledge ke orang lain misalnya dengan cara rapat bersama dalam kantor. Agar lebih efektif, ketika akan sharing diusahakan mengambil suatu tempat dimana terdapat orang-orang yang memiliki kesamaan sudut pandang sehingga nantinya bisa berjalan efektif. Jika dalam perusahaan, meeting seperti ini biasa dilakukan misalnya team meeting atau meeting satu departemen yang sama.

    sumber :

    http://km.gunarta.net

  • Setelah setahun menjalankan program Allianz Indonesia Corporate University, kinerja perusahaan asuransi asal Jerman itu meningkat. Untuk pertama kalinya pencapaian premi tembus Rp 4,3 triliun. Apa yang mereka pelajari?

    Meski di satu gedung, dulu karyawan Allianz Indonesia tidak saling kenal. Jika bertemu di satu lift pun, mereka tidak bertegur sapa. Ya, hanya mereka yang berada di satu divisi yang bisa saling akrab. Namun, sekarang di lift kantor yang menempati Gedung Summitmas I, Jalan Sudirman, Jakarta, ini canda tawa karyawan Allianz-lah yang paling heboh.

    Sekarang karyawan Allianz melebur. Jangankan mereka yang berada di satu departemen, mereka yang berbeda perusahaan di dalam grup itu pun lebih bersahabat. Baik karyawan PT Allianz Life Indonesia/ALI (asuransi jiwa) yang markasnya di lantai 1 maupun karyawan PT Asuransi Allianz Utama Indonesia/AUI (asuransi umum) yang berada di lantai 9 lebih peduli pada teman sejawat dan lingkungan perusahaan.

    Ini berkat diterapkannya program Allianz Indonesia Corporate University (AICU).  Menurut Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kepatuhan AUI itu, sejak 2008 Grup Allianz memandang SDM sebagai capital. Sebagai perusahaan asuransi, pengelolaan SDM sangat vital, sehingga manusianya perlu dilibatkan di dalamnya untuk pengembangan mereka.

    Apa dan bagaimana AICU? Mursosan menjelaskan, AICU merupakan bentuk program Integrated People Development, sebagai divisi pengembangan SDM yang terintegrasi bagi staf, agen dan mitra bisnis. Management menyebut Allianz Citizen untuk para staf, agen dan mitra bisnis Allianz Grup, kata profesional yang telah 25 tahun menggeluti dunia SDM itu. Dengan AICU, diharapkan terbentuk integrated people development under one strategic umbrella. Pembentukan AICU membutuhkan waktu 6 bulan dan dibantu lembaga PPM di Menteng, Jakarta.

    Kegiatan pendidikan dan pelatihan AICU yang diresmikan per Juli 2008 dipilah menjadi tiga akademi: Management Academy (untuk karyawan), Agency Academy (untuk tenaga keagenan) dan Bancassurance Academy (untuk tenaga penjual bancassurance). Sementara, kurikulumnya dibedakan menjadi dua. Pertama, materi umum, yaitu soft skills yang ditujukan untuk semua akademi. Contohnya, Communications Skills, Feedback & Coaching, serta Problem Solving. Kedua, materi khusus, yakni berhubungan dengan peningkatan kompetensi (skill & knowledge) di bidang masing-masing. Misalnya, materi Power Presentation, Product Knowledge & Selling Skills (untuk tenaga penjualan).

    Selain itu, ada konsep Learning Culture (budaya pembelajaran). Di sini AICU bermisi menjadikan Allianz Indonesia sebagai organisasi pembelajaran (learning organization) dengan budaya pembelajaran yang kuat. Dipadu dengan program pengembangan diri dan kapabilitas terintegrasi bagi semua orang, maka lahirlah konsep pengajaran dengan metode sharing untuk materi-materi yang ada dengan fasilitator internal yang mendapat predikat Learning Champion (LC).

    Siapa saja yang berhak menyandang predikat LC? Jawabannya adalah Allianz Citizen yang telah mengikuti pelatihan sebuah materi, kemudian bersedia mendalami materi itu dan dilatih menjadi fasilitatornya dalam sesi lanjutan Train for The Trainers. Para LC adalah mereka yang telah mengabdikan waktunya setidaknya 8 jam kerja dalam sehari untuk memfasilitasi sebuah materi kepada kelas berisi 30-40 orang. Penerapan konsep ini dimulai pada 1 Januari 2009.

    Dengan menjadi LC, orang tersebut otomatis juga menjadi panutan dalam kegiatan sehari-hari. Apabila makin banyak LC, kian banyak orang yang bisa dilatih dan makin banyak pula SDM yang memiliki kompetensi mendalam sekaligus menjadi role model. Pada gilirannya, proses ini akan mendorong peningkatan kompetensi SDM di perusahaan secara menyeluruh dan semakin kuat posisi keunggulan kompetitif perusahaan.

    Meski demikian, berdasarkan prestasinya, kategori LC dipilah menjadi tiga: silver, bronze dan gold. Untuk silver minimal memberi pelatihan 24 jam atau selama tiga hari. Untuk naik ke level gold, skor evaluasinya harus 4 (dari skala 5). LC gold ini nantinya wajib membuat artikel apa saja yang sudah disampaikan ke peserta AICU. LC harus ada kesediaan waktu dan engagement dengan training ini.

    Pelatihan awal AICU terdiri atas dua kelas. Tiap kelas diikuti 50 peserta calon LC. Dari 50 kandidat, dipilih 10 orang LC. Dalam perkembangannya sekarang, AICU telah memiliki 201 LC, 6.000 peserta Allianz Agency Academy, 4.500 peserta Allianz Bancassurance Academy dan 2.400 peserta Allianz Management Academy.

    Untuk pengembangan mentor AICU, selain mengandalkan para LC, juga ada program recognition. mengundang sosok yang dianggap sangat kompeten dan menjadi sumber inspirasi Allianz Citizen sebagai pembicara. Umpamanya, belum lama ini AICU mendatangkan T.P. Rahmat, mantan Presdir PT Astra International Tbk. Para LC ini harus bisa men-train the trainer lho, tutur Mursosan sembari menambahkan, kendala yang dihadapi LC adalah jika ada tugas kantor secara mendadak. Untuk itu, disepakati tiap penugasan kantor mesti mendapat persetujuan orang nomor satu di Allianz agar tidak bentrok dengan tugas karyawan sebagai LC.

    Struktur organisasi AICU dipimpin corporate head yang levelnya setingkat general manager dan dibantu oleh 14 staf pendukung. Selain itu, tiap tiga bulan ada steering committee yang terdiri dari pemimpin ketiga akademi Allianz. Sementara gathering untuk para LC dilakukan setahun sekali.

    Setelah dijalankan lebih dari setahun, program AICU membuahkan hasil signifikan bagi performa perusahaan dan kemajuan SDM. Untuk SDM, AICU mampu mempererat kolaborasi dan hubungan antarunit atau departemen, meningkatkan rasa kepemilikan di perusahaan, mengatrol kompetensi SDM, dan menggalakkan budaya inovasi. Setelah AICU dijalankan, meski baru awal, kedekatan antardivisi terasa. Karyawan sudah saling kenal.

    Karyawan mengakui benefit AICU. Simak pengakuan Agung. Dengan pernah menjadi LC, Agung tertantang untuk terus mengembangkan diri dan tetap menjadi karyawan terbaik.

    Carmelita Cassandra berusaha memperkuat rekannya. Dengan AICU, tiap orang berpikir untuk maju. Karena di AICU yang memberikan training teman sendiri, setiap masalah yang ditanyakan dijawab dengan jelas sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Untuk itu, kami tidak sungkan bertanya dan lebih asyik.

    Benefit AICU bagi perusahaan adalah tembusnya premi hingga Rp 4,3 triliun. Momen ini menjadi tonggak bersejarah bagi Allianz, lantaran untuk yang pertama kalinya pencapaian premi di atas Rp 4 triliun pada 2009. Bandingkan dengan premi tahun 2008 yang sebesar Rp 3,7 triliun. Selain itu, dengan AICU, perusahaan berhasil membangun budaya pembelajaran yang berkesinambungan melalui metode practice sharing.

    Tidak kalah pentingnya, Engagement, sehingga turnover tidak tinggi. Di Industri asuransi umumnya tren turnover 11%-12%, sedangkan Allianz Indonesia justru rendah, yaitu di bawah dua digit, ungkap Mursosan. Peserta pelatihan dan pendidikan AICU juga ia klaim yang terbesar. Alasannya, perusahaan asuransi lain tidak pernah sebanyak ini pesertanya, yakni lebih dari 13 ribu orang. Apalagi, jumlah LC terus bertambah, kini ada 201 orang, dengan 720 kelas.

    Boleh jadi pendapat Mursosan benar tentang jumlah peserta pelatihan yang terbesar. Namun, di samping Allianz, beberapa perusahaan asuransi lain pun mempunyai program pengembangan SDM. Sebut saja, Prudential Indonesia yang meresmikan pusat pelatihan PruSales Academy (PSA) pada 2006. Di sini profesionalisme para agen ditingkatkan dengan berbagai modul pelatihan & pengembangan. Misalnya, pelatihan asuransi dasar, pelaksanaan ujian untuk mendapatkan lisensi permanen dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia secara elektronik (e-Exam), dan pelatihan financial advisor. Kini, ada 6 cabang PSA, tersebar di Jakarta, Medan dan Bandung. Tidak semua dari 60 ribu agen Prudential mengikuti PSA.

    Bagi perusahaan multinasional sekelas Allianz dan Prudential, program corporate university sangat penting. “Ini sudah menjadi sebuah kewajiban, bukan lagi sebuah tantangan, Lilik Agung berkata, Mitra Pengelola High Leap Consulting. Menurut Lilik, dalam kontens Allianz, yang mempunyai ribuan karyawan resmi, ribuan agen dan mitra bisnis, AICU sangat urgen. Apalagi, tingkat persaingan antarperusahaan asuransi begitu ketat. Ditambah lagi, para raksasa asuransi global sedang gencar melakukan merger untuk menghasilkan megaraksasa asuransi. “Persaingan ketat ini hanya bisa dilalui apabila didukung karyawan dan para agen yang memiliki budaya pembelajar. Lagi pula, hidup-mati perusahaan asuransi tergantung pada para agen. Alhasil, para agen ini harus selalu diasah keterampilan sekaligus motivasi mereka untuk menjual dan menggaet konsumen baru. Program ini, menurutnya, sejalan dengan cita-cita Allianz untuk menjadi organisasi pembelajaran. Harapan ini akan terwujud bila proses pembelajaran telah menjadi budaya perusahaan.

    Tidak bisa dimungkiri, AICU merupakan duplikasi Allianz di beberapa negara. Mursosan mengakui pengembangan SDM di Jerman melalui Allianz Corporate University (ACU) yang ditujukan untuk internal Allianz dan eksekutif puncak. Sementara di kantor regional Allianz di Singapura ada ACU yang diperuntukkan bagi second layer dari manajemen puncak di Asia dengan program pelatihan kepemimpinan, teknis dan fugsional.

    Walaupun begitu, Lilik menilai AICU memiliki sejumlah keunikan. Menurutnya, untuk konteks Indonesia, AICU adalah kemewahan, karena belum banyak perusahaan yang peduli terhadap pengembangan karyawan melalui corporate university. Selain itu, sebagai perusahaan dengan tulang punggung karyawan di luar perusahaan (agen), maka proses pembelajaran menjadi komprehensif, terstruktur, terpola, plus terkait jenjang karier (walaupun status bukan karyawan). Bagi karyawan, AICU akan memberi mereka keleluasaan mengikuti pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan.

    Kesuksesan AICU ditentukan dua hal. Pertama, komitmen para pemimpin Allianz (dari level direksi hingga manajer). Kedua, kemampuan menjaga AICU agar tidak terpengaruh proses merger atau akuisisi bila suatu saat hal itu terjadi di tubuh Allianz. Untuk itu, ia menyarankan, AICU dikelola orang-orang yang kompeten. Juga, perlu ditingkatkan pelatih dari luar perusahaan, terutama untuk soft skills. Tak lupa, pelatih selalu memiliki pengetahuan dan kemampuan mengajar yang terbarui. Bahkan, ada kompensasi yang atraktif guna mendorong motivasi para LC mengajar.

    Sumber : http://swa.co.id/

  • MENYIMAK UPAYA TOYOTA DALAM KNOWLEDGE MANAGEMENT

    Perubahan Dari Masyarakat Industri Menuju Masyarakat Pengetahuan

    Senjata rahasia Toyota yang paling terkenal adalah sistem manufakturnya yang briliann dan tidak orthodoks. Sistem ini diperkenalkan pada pertengahan abad 20 yang dikenal dengan Toyota Production System (TPS). Sistem ini memungkinkan Toyota dapat merespons permintaan pasar yang fluktuatif dan mampu memproduksi model dengan cepat serta keunggulan dalam hal operasional logistik, mudah dipantau dan menjaganya tetap rendah.
    Seiring berkembangnya waktu, terjadi perubahan dalam manajemen yang cukup langka yakni perubahan dari masyarakat industri menjadi masyarakat pengetahuan. Ketika masih berada pada tahap masyarakat industri, manajemen memfokuskan pada jalur perakitan, mesin, robot, dan otomasi. Sedangkan masyarakat pengetahuan, yang saat ini dipakai, manajemen fokus pada kecerdasan yang mendalam. Toyota telah membentuk satu model manajemen baru yang sesuai dengan era pengetahuan. Cara yang ditempuh yakni dengan melihat industri otomotif sebagai industri yang dimotori pengetahuan dimana pertumbuhan bukan saja tergantung pada efisiensi operasional melainkan juga pada kemampuan orang dan organisasinya. Model manajemen pengetahuan milik Toyota melakukan pendekatan yang lebih manusiawi bagi produk-produk industri karena lebih menempatkan manusia, bukan mesin, pada titik pusat segalanya. Perusahaan melihat para pekerja pabriknya sebagai pekerja pengetahuan yang mengumpulkan kebijaksanaan pengalaman dari jalur produksi. Perusahaan memahami bahwa menumbuhkan ide dari manapun seperti dari pabrik, kantor dan sebagainya mempunyai arti penting dalam industri yang dimotori pengetahuan.

    Sistem Syaraf Toyota – Versi Manusia World Wide Web

    Toyota bekerja dengan asumsi bahwa setiap orang mengetahui segalanya karena budaya komunikasinya adalah terbuka dan personal. Informasi mengalir bebas ke atas dan ke bawah hierarki serta menyeberangi fungsi dan level senioritas, meluas hingga ke luar organisasi, yaitu pemasok, customer, dan dealer. Sesuai dengan tradisional khas timur, hubungan personal berarti sangat penting, sehingga dalam dunia Toyota yang sudah berada di era digital sebenarnya masih bersifat analog. Untuk itu dibutuhkan pengembangan keahlian mendengarkan seluruh opini dalam sebuah lingkungan pertukaran yang bebas dan terbuka, serta dalam interaksi empat mata dan hasilnya yaitu akumulasi hubungan dalam satu jaringan yang analog, yang oleh VP eksekutif Yoshimi Inaba dikenal dengan nama ‘Sistem Saraf’.
    Seperti sistem saraf pusat di tubuh manusia, sistem saraf Toyota menyebarkan informasi dengan cepat dan simultan ke seluruh bagian organisasi baik organisasi dalam maupun yang beroperasi secara luas di luar negeri. Toyota memandang orang-orangnya sebagai sel sarafnya, sebagai unit structural dan fungsional yang menghasilkan dan menyebarkan sinyal atau denyut elektrokimia untuk bertindak. Orang-orang berperan sebagai neutrontransmiter dari jaringan komunikasinya. Toyota telah menggunakan sistem saraf ini untuk menghindari masalah akibat komunikasi yang buruk yang lazim terjadi di organisasi dengan birokrasi yang besar. Dengan memastikan setiap orang bisa mengetahui segalanya, beragam bagian di Toyota dapat bergerak bersama sebagai satu kesatuan. Dan inilah yang menjadi salah satu keunggulan kompetitif yang dimiliki Toyota.
    Sebagai sebuah sistem, Toyota tidak pernah lengkap karena Toyota terus tumbuh dan memproduksi sel saraf baru yang menyebarkan denyut berbeda dalam lingkungan bisnis yang terus berubah. Ada lima karakterisik dalam sistem saraf tersebut:

    1. Penyebaran pengetahuan secara terbuka dan meluas
    2. Kebebasan untuk menyuarakan opini berlawanan
    3. Interaksi empat mata yang kerap terjadi
    4. Mengungkap pengetahuan implisit dalam Toyota Way
    5. Mekanisme pendukung organisasi yang formal dan informal

    Penyebaran Pengetahuan Secara Terbuka dan Meluas

    Toyota selalu memberikan nilai tinggi bagi komunikasi terbuka antar karvawan dalam berkolaborasi. Untuk memfasilitasi keja tim, para karyawan didorong untuk terlibat dalam Yokoten yang berarti bentangkan atau buka sisi tepi. Slogan “Mari kita yokoten” kerap terdengar di Toyota. Slogan ini bertujuan untuk mendorong setiap orang berbagi pengetahuan dan keahlian pribadi secara terbuka dengan orang lain. Dengan slogan ini pula maka tercipta suatu komunikasi viral yang menghasilkan penyebaran pengetahuan ke semua arah yang lebih efisien. Organisasi harus bersifat terbuka dan relatif berbentuk datar agar sistem saraf dapat berfungsi dengan baik. Toyota telah menciptakan lingkungan tersebut, terbukda dan datar, dengan menempatkan semua orang bekerja sama dalam satu ruang besar tanpa penyekat. Konsep runag besar disebut dengan nama Obeya. Individu dari kelompok fungsional yang berlainan dalam tim persiapan produksi, seperti teknologi, pengadaan, logistik, produksi dan sebagainya ditempatkan dalam satu ruang besar. Kemudian, untuk memperkuat komunikasi dan kerja tim, maka dipasanglah informasi tentang proyek di dinding obeya yang berfungsi sebagai “ruang informasi” agar semua orang dapat melihatnya. Proses ini disebut dengan mieruka atau visualisasi. Mieruka lebih efektif dibanding komunikasi terkomputerisasi dalam menjaga agar karyawan tetap mengetahui dan mengikuti perkembangan proyek.

    Kebebasan Untuk Menyuarakan Opini Berlawanan

    Dalam Organisasi, sebaiknya juga terbuka atas kritik dan kontradiksi agar sistem saraf berfungsi semestinya. Hal ini mengandung maksud bahwa setiap orang bebas menyuarakan opini berlawanan ke manajemen puncak dan kantor pusat. Hal ini membuat satu organisasi di mana tidak seorang pun menyembunyikan kekhawatiran atau persoalan dan dimana diskusi konstruktif berlangsung dengan rutin.
    Setiap individu di Toyota diharapkan akan bertindak sesuai dengan apa yang dianggapnya benar. Otoritas, tanggung jawab, dan akuntabilitas tergantung pada orang itu, bukan pada jabatan atau tahun senioritasnya. Inilah sebah warisan budaya dari praktik jidoka yang terkenal di Toyota Production System. Sebagai contoh, seorang karyawan memiliki kekuasaan untuk menarik tali andon, menghentikan jalur perakitan bila melihat sesuatu yang tidak sesuai standar. Seseorang karyawan yang memilih tali itu mendpat kewenangan dari pemahaman mendalam atas standar kualitas. Dan dasar intinya, jika setiap orang berbagi pengetahuan ini, anda dapat mengandalkan banyak orang seperti mereka untuk menarik tali andon berdasarkan alasan dan pengalaman yang tepat.

    Interaksi Empat Mata Yang Kerap Terjadi

    Walaupun tidak ada hukuman jika operasional lokal mengabaikan saran kantor pusat atau jika bawahan tidak menaati perintah atasan mereka, penolakan untuk mendengar pihak lain adalah pelanggaran yang serius. Sistem saraf Toyota hanya berfungsi jika informasi dari sumber tersedia bagi setiap orang di organisasi, sehingga disini dibutuhkan interaksi empat mata di lapangan. Menurut Yukitoshi Funo, presiden Toyota Motor Sales, USA, hannya orang-orang yang dilapangan yang memiliki informasi yang sesuai dengan fakta lapangan. Orang-orang di atas mungkin visioner, tetapi mereka yang di bawah yang memiliki informasi aktual tentang apa yang dapat atau apa yang tidak dapat dilakukan.
    Para manajer di Toyota jarang mencapai posisi senior tanpa mendapat dan menyerap kehalian mendengarkan sepenuhnya atas apa yang ingin dikatakan karyawan, serta terus bertanya dan menyelidiki untuk memperoleh cara yang lebih baik. Para manajer di Toyota juga jarang mencapai posisi senior jikalau mereka adalah tipe-tipe pengkhotbah. Berkat kebijakan ini, hanya sedikit persaingan antarpribadi di Toyota untuk jenis yang eksis dimana orang-orang berebut posisi untuk mendapat pekerjaan yang mereka inginkan.

    Membuat Pengetahuan Laten Menjadi Eksplisit: The Toyota Way 2001

    Elemen aktif berikutnya adalah praktik mengubah pengetahuan empiris yang mendalam dan tertutup (pengetahuan laten) menjadi bentuk eksplisit guna memperluas penyebaran di organisasi dengan cara menulis atau melisankan pengetahuan yang telah mereka wujudkan (pengetahuan mendalam berdasarkan pengalaman). Toyota, dibawah kepimipinan Fujio Cho, memulai inisiatif untuk menuliskan kebijaksanaan para pendiri yang telah diwariskan secara lisan ke beberapa generasi. Semua perkataan dan anekdot dikumpulkan dan dievaluasi untuk membentuk satu set nilai, keyakinan, prinsip, wawasan, dan instuisi bagi perusahaan. Dalam prosesnya terdapat 2 nilai inti sebagai pilar Toyota yakni perbaikan berkelanjutan (kaizen) dan menghargai orang. Lalu penjabarannya dituliskan dalam sebuah dokumentasi dengan judul The Toyota Way 2001 atau lebih dikenal dengan nama the green book. Pertumbuhan dan keragaman operasional luar negeri telah memicu Fujio Cho untuk merefleksikan kebijaksanaan sesepuh perusahaan dan memikirkan cara untuk menyebarkan pengetahuan mereka di lingkungan baru guna membantu mereka melaksanakan operasional tersebut sehingga The Toyota Way pun akan berkembang seiring perjalanan waktu sehingga The Toyota Way akan direvisi bila perlu di masa depan.
    Publikasi The Green Book juga diikuti oleh The Toyota Way ins Sales dan Marketing yang dikenal sebagi Silver Book. Silver Book merupakan dokumentasi filosofi para pendiri perusahaan yang terkait khusus dengan operasional penjualan dan pemasaran. Silver Book ini lalu dikirim ke semua distributor pada Oktober 2002.
    Menuangkan kebijaksanaan para pendiri ke atas kertas adalah langkah pertama dalam proses konversi pengetahuan. Langkah selanjutnya (yang lebih penting) adalah bagaimana menyebarkan hal itu ke penjuru organisasi dan diterapkan dalam cara yang dapat diterima sebagai pengetahuan berwujud yang bisa dipahami secara implisit.

    Mekanisme Pendukung Formal dan Informal

    Mekanisme pendukukng formal dan informal telah dibentuk di dalam suatu organisasi dengan tujuan untuk ikut menopang fungsi efektifitas sistem saraf. Ada 2 lembaga yang berperan yaitu pertama Toyota Institute yang berguna membentuk pemimpin dan manajer madya global yang ditanamkan nilai Toyota way, dan kedua Global Knowledge Center yang bertugas untuk menyebarkan The Toyota Way in Sales and Marketing. Kedua lembaga tersebut merupakan mekanisme formal pendukung sistem saraf yang memnungkinkan setiap orang mengetahui segalanya. Selain mekanisme formal, juga didukung dengan informal dengan mendorong para karyawan untuk bergabung ke beragam kelompok yang terorganisir misalnya berdasarkan fungsi khusus, tahun angkatan, latar belakang pendidikan, tempat lahir, lever manajerial, jenis tugas di pabrik, lokasi pabrik, keahlian, olahraga dan hobby, dan induk organisasi lainnya. Adalah lazim seorang karyawan Toyota di Jepang menjadi anggota kelompok informal ini. Seoran pensiunan pekerja pabrik telah mengingat bagaimana ia berhasil membangun jaringan vertical, horizontal, bahkan diagonal melalui kelompok-kelompok informal seperti itu. Dengan melibatkan kedalam kelompok informal maka dapat terjalin suatu persahabatan. Orang-orang jug dapat belajar bagaimana cara berkomunikasi dan bisa mendapat berbagai macam informasi dengan ambil bagian di kelompok ini. Fungsi lainnya semisal jaringan vertical memangkas hierarki organisasi, jaringan horizonzal memperluas kontak anda dengan kelompk yang melakukan pekerjaan yang sama atau berbedai lokasi, dan sebagainya.

    Sumber: Extreme Toyota – 2008

  • Management 14.10.2010 No Comments

    Kegiatan pelayanan perpustakaan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi penyedia layanan dan dari sisi pemakai layanan. Dari sisi penyedia layanan, kegiatan pelayanan perpustakaan meliputi:

    1. Pengadaan pustaka: pembelian, pelangganan, pencarian/pengumpulan.

    2. Penyiapan pustaka: antara lain, pemberian label, dan katalogosasi.

    3. Pemberian layanan: antara lain, penempatan pustaka di rak, pengeluaran pustaka untuk dipinjamkan (sirkulasi), dan seringkali pula: mencarikan pustaka atas permintaan pengguna layanan.

    4. Pemeliharaan pustaka: perbaikan dari kerusakan, pemeliharaan agar tidak rusak, penyimpanan dalam media lain (misal: dari buku ke CD-ROM).

    Selain itu, penyedia layanan juga menyediakan ruang beserta sarana-prasarana yang diperlukan untuk kegiatan penggunaan layanan perpustakaan.

    Dari sisi pengguna layanan, terdapat beberapa kegiatan sebagai berikut:

    1. Mencari pustaka: mencari dari katalog, menelusuri rak-rak buku.

    2. Membaca/memanfaatkan pustaka (di ruang perpustakaan)

    3. Meminjamkan pustaka (untuk dibawa ke luar perpustakaan)

    Seringkali pengguna layanan juga melakukan kegiatan menyalin isi pustaka dengan cara menulis di buku catatannya atau mengfotokopi isi pustaka. Selain itu, sering pula pengguna layanan meminta bantuan staf perpustakaan untuk mencari pustaka. Pustaka yang dimaksud di atas meliputi media cetak (antara lain: buku, majalah, surat kabar), media elektronis (antara lain: berkas elektronis di disk, CD, internet) dan media foto/slide.

    Seiring tuntutan kebutuhan pelayanan ditingkatkan dengan berbagai kemajuan, seperti adanya pelayanan akses antar perpustakaan yang menghubungkan berbagai universitas. Kebutuhan akan berbagai pengetahuan inilah yang mendorong perlu adanya tata kelola perpustakaan yang lebih memadai, salah satunya dengan upaya sistem informasi perpustakaan.

    Dalam konteks makalah ini, yang dimaksud dengan peranan knowledge management bagi perpustakaan adalah dimana pemakai perpustakaan tidak hanya bisa menelusur katalog terpasang, tetapi juga secara interaktif dan aktif mencari informasi, terus termotivasi untuk belajar (membaca, berdiskusi, memberikan komentar), dan dimotivasi untuk mau berbagi pengetahuan. Bila knowledge management dijalankan dengan baik, akan menjadikan manusia-manusia produktif yang mampu melakukan perbaikan pada faktor-faktor sosial dan budaya masyarakat.

    Yang harus diperhatikan adalah, orang akan termotivasi untuk belajar jika ia tertarik dengan apa yang akan ia pelajari (learning is remembering what you’re interested in). Karena itu, pustakawan perlu tahu dahulu bidang apa saja yang menjadi interes pemakai. Tiap orang mempunyai pola dan proses pembelajaran serta interes yang berbeda-beda. Untuk itu perlu ada penelitian yang mendalam tentang kebutuhan pemakai. Model penelitian kualitatif cocok untuk menggambarkan secara detail pola komunikasi dan pembelajaran pemakai perpustakaan.

    Dari sisi penyedia layanan, pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan pelayanan perpustakaan meliputi:

    1. Pengadaan bahan pustaka: pembelian, pelangganan, pencarian / pengumpulan, yakni pencarian informasi pustaka yang dijual oleh penerbit di dunia dapat dilakukan lewat akses internet; demikian juga, pemesanan maupun pembelian/pembayarannya dapat dilakukan lewat internet.

    2. Penyiapan pustaka: antara lain, pemberian label dan katalogisasi, yakni penyiapan pustaka dapat lebih lancar dan terintegrasi dengan memanfaatkan perangkat lunak umum (olah kata dan olah angka) maupun dengan perangkat lunak yang khusus dibuat untuk mendukung pengolahan pustaka.

    3. Pemberian layanan yakni pemberian layanan sirkulasi dan pencarian pustaka dapat didukung oleh suatu sistem informasi yang khusus dibuat untuk itu.

    4. Pemeliharaan pustaka yakni penyimpanan pustaka dari bentuk buku ke dalam media berupa CD dapat dilakukan dengan teknologi komputer.

    Dalam era informasi, perpustakaan saat ini telah mempunyai ruang-ruang komputer yang dilengkapi dengan jaringan komunikasi data (LAN dan akses internet) serta CD-ROM berisi informasi pustaka. Dari sisi pengguna layanan, kemajuan teknologi informasi perlu dimanfaatkan untuk mendukung beberapa kegiatan sebagai berikut:

    1. Pencarian pustaka lewat katalog dapat dilakukan dengan bantuan suatu sistem informasi perpustakaan

    2. Pembacaan/pemanfaatan pustaka (di ruang perpustakaan) tidak hanya dilakukan terhadap media cetak tetapi juga terhadap media elektronis (CD-ROM), disket, hardisk) dengan bantuan sistem komputer dan teknologi komunikasi data. Dengan memanfaatkan akses jarak jauh (LAN, WAN, Internet), pengguna layanan perpustakaan tidak harus berada dibangunan perpustakaan, tapi dapat berada dimanapun untuk membaca/memanfaatkan layanan perpustakaan (situasi ini biasa disebut sebagai virtual library.

    3. Peminjaman pustaka di era informasi tidak lagi dibatasi oleh koleksi perpustakaan setempat, tapi mendunia (karena pustaka berupa berkas elektronis). Situasi seperti ini disebut sebagai library without walls.

    Untuk menyalin isi pustaka elektronis (CD-ROM, berkas internet) dapat dilakukan dengan mengkopinya ke dalam storage media, seperti USB, Harddisk eksternal, maupun ke dalam memory card.

    Pergeseran Fungsi Perpustakaan Seiring dengan Perkembangan Teknologi

    Perubahan fungsi perpustakaan sebagai akibat dari perkembangan teknologi sangat bergantung pula pada partisipasi dan kerjasma berbagai komponen di dalamnya, meliputi dari staff karyawan, pustakawan, mahasiswa, dosen, rektor,dan pihak lainnya untuk mewujudkan suatu perpustakaan yang berbasis teknologi dan dapat menyediakan informasi kapanpun.

    Dalam knowledge management terdapat beberapa tahapan agar suatu knowledge yang tersimpan dalam organisasi dapat dikelola dengan baik. Adapun tahapan dalam knowledge management tersebut meliputi :

    1. Berbagi pengetahuan yang belum digali (tacit)

    2. Menciptakan konsep

    3. Membenarkan konsep

    4. Membangun prototype

    5. Melakukan penyebaran pengetahuan

    Kesimpulan :

    Berdasarkan kajian di atas, dapat ditarik kesimpulan penerapan knowledge management di perpustakaan :

    1. Knowledge management tidak dapat diterapkan secara terpisah dengan aktivitas operasional dan teknologi informasi, karena ketiganya saling berkaitan dan mendukung dalam upaya penciptaan institusi yang berwawasan pengetahuan.

    2. Knowledge management yang terintegrasi dengan perpustakaan akan meningkatkan universitas mengembangkan mahasiswa untuk mengelola berbagai pengetahuan yang diperoleh dan selanjutnya dapat digunakan dalam lingkungan pendidikan secara keseluruhan.

    3. Penerapan teknologi berbasis web menjadi faktor penting dalam penerapan knowledge management dan sistem informasi perpustakaan yang menghasilkan jaringan perpustakaan (perpustakaan digital).

    4. Konsep knowledge management telah berhasil menjadikan sumber daya manusia sebagai penentu berkembangnya budaya belajar sehingga penggunaan knowledge dapat dilakukan dengan cepat seiring dengan kebutuhan informasi dan pengetahuan.

    Daftar Pustaka

    Implementing Knowledge Management In Academic Libraries: A Pragmatic Approach,

    Knowledge Managemnet And Role Of Libraries,

    Knowledge Management In Libraries In The 21th Century.

    sumber :

    http://leuwiliang-bogor.blogspot.com

  • Management 14.10.2010 No Comments

    Sebelum kita membahas manajemen pengetahuan lebih jauh pada artikel selanjutnya, alangkah bijaksananya kalau kita mengetahui sejarah atau asal muasal suatu manajemen pengetahuan atau yang biasa di kenal dengan Knowledge Management (KM).

    Sejak awal tahun 90-an para pakar seperti Alvin Toffler (1990), Robert Reich (1991), James Brian Quinn (1992), dan Peter Drucker (1993) menekankan tentang pentingnya pengetahuan (knowledge) dalam masyarakat dan perekonomian (society and economy) di akhir abad ke-20 dan pada abad ke-21. Menurut Drucker, di era ‘knowledge society’, pengetahuan bukan semata sebagai salah satu sumberdaya (a resource) bersama faktor-faktor produksi tradisional lain seperti buruh, tanah, dan modal, melainkan satu-satunya sumber daya (the only resource).

    Menurut Garner Group (Koina, 2004), manajemen pengetahuan adalah suatu disiplin yang mempromosikan suatu pendekatan terintegrasi terhadap pengidentifikasian, pengelolaan dan pendistribusian semua asset informasi suatu organisasi. Selanjutnya disebutkan bahwa informasi yang dimaksud meliputi database, dokumen, kebijakan, dan prosedur dan juga keahlian dan pengalaman yang sebelumnya tidak terartikulasi yang terdapat pada pekerja perorangan.

    Dalam buku yang ditulis oleh Von Krough, Ichiyo, serta Nonaka (2000), dan Chun Wei Choo, (1998), disampaikan ringkasan gagasan yang mendasari pengertian knowledge adalah sebagai berikut:

    1. Knowledge merupakan kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan (justified true believe);

    2. Pengetahuan merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terpikirkan (tacit);

    3. Penciptaan inovasi secara efektif bergantung pada konteks yang memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut;

    Bersamaan dengan hal itu beberapa konsep knowledge management dapat mendasari suatu institusi pendidikan menerapkan suatu perpustakaan berbasis knowledge management, antara lain:

    1. Knowledge management merupakan proses yang terus-menerus harus dilakukan sehingga proses tersebut akan menjadi satu budaya dari perusahaan tersebut, dan akhirnya perusahaan akan membentuk perusahaan yang berbasis kepada pengetahuan.

    2. Knowledge management membantu organisasi untuk mengelola kemampuan tiap individu untuk sharing knowledge.

    3. Organisasi harus mampu mengintegrasi, me-manage knowledge dan informasi terhadap lingkungan secara efektif.

    Pengetahuan dapat dibagi 2 yang sebaiknya dimiliki oleh perpustakaan yakni berupa :

    1. Tacit knowledge adalah pengetahuan yang berbentuk know-how, pengalaman, skill, pemahaman, maupun rules of thumb.

    2. Explicit knowledge adalah pengetahuan yang tertulis, terarsip, tersebar (cetak maupun elektronik) dan bisa sebagai bahan pembelajaran (reference) untuk orang lain.

    Diharapkan setelah kita membaca informasi diatas, kita bisa minimal mengerti apa yang dimaksud dengan KM. Ini sangat perlu karena supaya tidak terjadi kerancuan dari pengertian KM. Dan semoga kedepan KM bisa diimplementasikan di institusi kita masing-masing.

    sumber :

    dari berbagai sumber