• Customer Smile came from Employee Smile. Saya menggunakan kalimat ini untuk menyatakan bahwa hanya pegawai / karyawan yang puas yang dapat memberi pelayanan memuaskan pada pelanggan.

    Pertanyaannya,  apakah manajemen melakukan cukup upaya dan investasi untuk mempelajari faktor-faktor yang memuaskan karyawannya?  Lebih jauh lagi, apakah policy and program dirancang untuk meningkatkan kebahagiaan karyawan bekerja di perusahaan?  Tulisan ini menjadi catatan atas project Employee Opinion Survey yang saya lakukan bersama PT Griya Miesejati, pengelola restaurant sukses yang sangat kita kenal:  Bakmi GM.

    Untuk maju dengan kecepatan penuh dalam persaingan, Anda pasti setuju bahwa perusahaan membutuhkan integrasi antara tujuan perusahaan dengan tujuan karyawan.  Bekerja sehati hanya dapat dilakukan bila  perusahaan dan karyawan memahami  kebutuhan masing-masing pihak.

    Pekerjaan dan lingkungannya adalah bentuk pemenuhan kebutuhan karyawan.  Dan seluruh teori manajemen menyatakan bahwa bila hati seorang karyawan berbahagia, maka ia akan memiliki kepuasan kerja.  Dan bila karyawan memiliki kepuasan kerja tinggi, ia akan  memiliki komitmen lebih tinggi terhadap perusahaan.

    Oleh karena itu, setiap perusahaan perlu mengukur terus-menerus tingkat kepuasan karyawannya.  Lebih penting lagi menjadikan pemahaman tingkat kepuasan karyawan tersebut untuk mendesain dan mengimplementasikan berbagai program yang meningkatkan kepuasan karyawan.

    Employee Opinion Survey yang disebut juga Employee Satisfaction Survey bertujuan mengetahui indeks kepuasan karyawan.   Employee Satisfaction Index disingkat ESI, merupakan salah satu indikator kinerja yang terpampang di-scorecard perusahaan yang benar-benar menerjemahkan human resources as most important leverage asset.

    Faktor yang dapat kita survei amat beragam.  What matter most for employee satisfaction can be different for every company. Sejauh yang saya temui, setidaknya kita perlu mempertimbangkan faktor dan sub faktor di bawah ini dalam melakukan survei kepuasan karyawan:

    1. Faktor Pekerjaan : beban kerja, job description, target, SOP (Standard Operation & Procedure)

    2. Faktor Pengembangan SDM : training, career path, performance appraisal

    3. Faktor Hubungan atasan-bawahan : komunikasi, dukungan, bimbingan, couching / counseling, gaya kepemimpinan, punishment & reward

    4. Faktor Hubungan  antar karyawan : komunikasi, dukungan, kerja sama

    5. Faktor Compensation : gaji, tunjangan, bonus

    6. Faktor Fasilitas : perlengkapan kerja, makan, transportasi, kerohanian

    7. Faktor Kesejahteraan : peminjaman, rekreasi, COP & MOP (Car Ownership Program, Motorcycle Ownership Program)

    8. Faktor Organisasi Perusahaan : PP/KKB (Peraturan Perusahaan/Kesepakatan Kerja Bersama), komitmen managemen, visi dan misi, struktur organisasi

    9. Faktor Lingkungan fisik : kebersihan, penerangan, suhu, tempat parkir

    Sejumlah faktor lain dimasukkan perusahaan seperti sexual harassment, equal employment opportunity, cultural diversity, dll


    Untuk mendapatkan  Employee Opinion Survey berkualitas, sejumlah aktifitas berikut kita lakukan:

    – Melakukan FGD (Focus Group Discussion), agar survey disusun merefleksikan kebutuhan karyawan

    – Presentasi Direksi, agar survei terlaksana mewadahi visi manajemen

    – Membuat kuesioner, agar proses survei dapat dilakukan dengan cepat

    – Uji Validitas, agar alat bantu survei memiliki kehandalan

    – Penyelesaian Paket Kuesioner, agar survei user-friendly

    – Distribusi Survei, agar proses survei mewakili seluruh aspirasi karyawan

    – Koleksi dan Pengolahan Data, agar survei dapat menyajikan insight bagi seluruh pihak

    – Analisis dan Pembuatan Laporan, agar survei dapat didokumentasi untuk survei 2 tahun kemudian

    – Presentasi Hasil Survey ke Direksi, agar Manajemen tahu hasil survei dan memiliki arahan kebijakan dan investasi untuk menindaklanjutinya

    – Pelaksanaan Feedback Sharing, agar para pimpinan dalam perusahaan memahami hasil survei dan mensosialisasikan  ke karyawannya

    – Penyusunan Rencana Tindak Lanjut, agar survei tidak hanya mendapatkan index ESI (Employee Satisfaction Index), tetapi memastikan peningkatannya

    – Presentasi Rencana Tindak Lanjut ke Direksi, agar manajemen memiliki komitmen penyediaan dana investasi program dan menjadi program champion

    – Follow-Up, agar implementasi dilaksanakan, dan… kita memastikan dalam dua tahun lagi survei menunjukkan peningkatan hasil.

    Intinya Employee Opinion Survey merupakan alat bantu manajemen menentukan prioritas dalam  menyusun strategi, terutama yang menyangkut kesejahteraan karyawan.    Perusahaan yang menyatakan “asset terpenting kami adalah SDM” pasti melakukan Employee Opinion Survey di dalam perusahaan.

    Sumber : http://darminpella.wordpress.com

  • Ketika badai Katrina menghantam dan meluluhlantakkan kota indah New Orleans beberapa tahun silam, segenap jajaran pemerintah AS yang bertanggungjawab menangani bencana mengalami kepanikan dan gagal dalam mengambil tindakan penanggulangan yang responsif.

    Namun persis pada momen itu, sejumlah perusahaan besar Amerika bergerak cepat dan serentak memberikan respon. Perusahaan Fedex yang ahli dalam logistik langsung bergerak dan dalam hitungan jam mampu mendistribusikan bantuan bagi jutaan penduduk yang terkena kemalangan. Sementara perusahaan retail raksasa Walmart langsung menginstruksikan jaringan gerainya disekitar kejadian bencana untuk memasok ribuan item bahan makanan secara gratis bagi para korban.

    Tanpa banyak cakap, para ahli logistik yang bekerja sebagai karyawan di kedua perusahaan itu bahu membahu menolong ribuan korban yang terjebak dalam badai. Banyak pengamat yang tertegun dengan kecepatan kedua perusahaan itu dalam mengelola logistik dan supply chain bagi daerah bencana. Sebagian yang lain lantas menyebut kisah heroisme mereka dalam tragedi badai Katrina itu sebagai contoh terbaik tentang bagaimana menjalankan disaster management (atau manajemen kebencanaan).

    Kini ketika negeri ini diguncang dengan badai tsunami di Mentawai dan abu vulkanik telah meluluhlantakkan kota Jogjakarta, kita mungkin merindukan langkah responsif semacam itu. Tentu saja sejumlah organisasi bisnis (perusahaan) telah melakukan inisiatif untuk membantu bencana itu. Namun sayang sebagian besar tindakannya masih tergolong konvensional dan kuno. Yang paling klise adalah ini : banyak perusahaan (media, bank, perusahaan minyak, dll) yang lalu beramai-ramai membuka dompet bencana untuk menyalurkan bantuan. Bagus juga inisiatif semacam ini, but that’s not enough.

    Dalam konteks itulah maka muncul gagasan untuk mengkombinasikan kegiatan Corporate Social Responsibility (atau CSR) dengan inisiatif Disaster Management. CSR kita tahu kini makin menyeruak menjadi tema penting bagi keberlanjutan dunia bisnis. Nah disini kita punya dua inisiatif penting yang mungkin layak ditimbang kala kita mau mensinergikan kegiatan CSR dengan disaster management.

    Inisiatif pertama : memasukkan program disaster management yang terpadu sebagai bagian dari program CSR. Kini ditengah beragam program CSR (beasiswa pendidikan, bantuan modal usaha, penghijauan taman kota, dll) nyaris tidak ada satu perusahaan yang memasukkan item mengenai disaster management sebagai salah satu program unggulannya.

    Kita membayangkan ada sejumlah perusahaan yang berinisiatif membentuk tim disaster management yang terlatih dengan segenap perangkat pendukunganya; dan sewaktu-waktu dengan cepat akan bergerak ke daerah bencana sebagai bagian dari CSR perusahaan.

    Demikianlah misalnya kita membayangkan perusahaan United Tractrors (produsen traktor dan buldozer) mempunyai tim disaster management. Lalu persis ketika desa di Sleman tersapu abu vulkanik, mereka dengan cepat menyiapkan satu tim buldozer lengkap dengan sopirnya yang trampil untuk bergerak menuju lokasi.

    Atau kita membayangkan Pertamina mempunyai tim disaster management yang solid sebagai bagian dari CSR. Dan ketika ribuan pengungsi di Cangkringan kekurangan pasokan air, segera ratusan truk tim disaster management Pertamina datang memasok ribuan liter air bersih – lengkap dengan sistem manajemen distribusinya. Tidakkah langkah-langkah seperti ini jauh lebih keren dibanding sekedar membuka dompet bencana?

    Inisiatif kedua : perusahaan tidak hanya cukup memberikan donasi uang atau dompet bantuan. Sebagai bagian dari CSR, ada yang lebih penting dari itu, yakni : memberikan bantuan human capital (brain capacity) dan keahlian manajerial. Banyak perusahaan yang mempunyai manajer handal dalam bidang logistik, civil engineering, supply chain dll. Lalu mengapa mereka tidak mengirimkan para manajer terbaiknya terjun ke lokasi, menyiapkan distaster management yang terkoordinasi rapi demi menolong para korban bencana?

    Dan persis langkah semacam itulah yang dulu dilakukan oleh Fedex dan Walmart. Detik ketika badai Katrina menyerbu, mereka langsung mengirimkan para manajer terbaiknya dalam bidang logistik ke lokasi bencana; dan membebaskan mereka semua dari rutinitas tugas kantor. Puluhan manajer lainnya juga diberikan cuti gratis dan langsung diminta menjadi sukarelawan untuk total bekerja membantu korban bencana. Ditopang oleh keahlian manajerial dan sistem logistik yang profesional, para manajer ini dengan sigap mampu mengelola bencana dengan sangat rapi dan teratur.

    Demikianlah dua inisiatif kunci yang bisa dilakukan untuk mensinergikan kegiatan CSR dengan Disaster Management. Kalau saja inisiatif penting ini dilakukan, mungkin reputasi perusahaan akan menjadi kian harum. Namun ada yang lebih penting lagi : karyawan menjadi sangat bangga bekerja di sebuah perusahaan yang peduli dengan tugas-tugas kemanusiaan yang mulia nan luhur.

    Dulu, selepas menunaikan tugasnya yang heroik menyelamatkan korban Katrina, puluhan karyawan Fedex saling berangkulan dan meneteskan air mata. We are proud to be members of Fedex, begitu pekik mereka dengan penuh keharuan. Bangga karena selesai menjalankan tugas kemanusiaan yang di-support penuh olah perusahaanya.

    Tidakkah itu merupakan sumber motivasi yang amat kuat untuk membangun SDM yang tangguh dan berhati mulia ?

    Sumber : http://strategimanajemen.net/

  • Management 16.11.2010 No Comments

    Kini tampaknya makin banyak perusahaan yang berbondong-bondong menggunakan pegawai dengan status oursourcing (alih daya). Dan jenis pekerjaan yang di-alihdayakan juga tak lagi sebatas pekerjaan supporting semacam tenaga sekuriti, OB ataupun tenaga kurir. Kini juga makin banyak pekerjaan back office yang di-outsource-kan, seperti tugas sekretaris, staf payroll, staf accounting dan sejenisnya.

    Pertimbangannya tentu saja untuk menghemat cost. Dengan menggunakan tenaga outsourcing, perusahaan tak lagi harus terbebani berbagai “employee benefit cost” yang kadang sangat mahal (bisa sama besarnya dengan gaji dasar karyawan). Sebut misalnya, biaya kesehatan pegawai atau biaya pensiunan pegawai.

    Jika menggunakan karyawan permanen, berbagai employee benefit cost semacam itu wajib diberikan oleh perusahaan, dan diam-diam ini bisa menggerus sumber daya finansial perusahaan. Kita masih ingat misalnya, tragedi kebangkrutan perusahaan General Motors. Salah satu sebabnya, biaya kesehatan para pensiunannya lebih besar dibanding keuntungan perusahaan. Dengan kata lain, laba perusahaan habis hanya untuk menanggung beban biaya kesehatan pegawai dan para pensiunannya. Banyak perusahaan BUMN disini yang suatu saat mungkin akan menghadapi problem serupa.

    Itulah mengapa pilihan untuk merekrut tenaga outsourcing merupakan salah satu pilihan yang menarik untuk melakukan efisiensi biaya tenaga kerja. Tentu saja, banyak pihak yang protes dengan situasi semacam ini. Sebagian bahkan kemudian mengusulkan agar pemerintah mengeluarkan kebijakan yang melarang atau sangat membatasi kegiatan outsourcing.

    Namun barangkali kita mesti hati-hati dengan anjuran semacam itu. Sebab – harap ingat kalimat ini – sejumlah studi menunjukkan kebijakan mengenai tenaga kerja yang terlalu kaku dan rigid dalam jangka panjang justru akan merugikan ekonomi sebuah negeri. Dengan kata lain, peraturan tenaga kerja yang “terlalu” melindungi kepentingan dan hak pekerja acapkali justru menjadi bumerang bagi kemajuan ekonomi bangsa.

    Contoh yang peling getir dari pernyataan diatas adalah apa yang terjadi di Perancis dan Spanyol. Di banyak negera Eropa – terutama Perancis – terdapat banyak kebijakan yang sangat memihak kepentingan pegawai (misal di Perancis untuk melakukan PHK karyawan harus melalui ijin dari Perdana Menteri !!). Kenyataannya, angka pengangguran di dua negera itu sangat tinggi. Di Perancis angka pengangguran faktual diperkirakan berada pada angka 20% — sebuah angka menyeramkan dan jauh diatas angka pengangguran di negeri ini. Begitu juga di Spanyol.

    Sebabnya sederhana : peraturan tenaga kerja yang kaku dan “terlalu” membela kepentingan pekerjaa ternyata membuat banyak perusahaan takut melakukan rekrutmen dan enggan menjalankan kebijakan ekspansi bisnis. Akibatnya fatal : roda ekonomi bisnis menjadi macet.

    Itulah sebabnya sejumlah ahli kebijakan ekonomi menyebut peraturan tenaga kerja yang terlalu kaku (rigid) bisa sangat menguntungkan orang yang saat ini sudah bekerja; namun bisa menjadi ancaman bagi para calon pekerja (adik-adik kita yang akan segera memasuki dunia kerja). Sebabnya ya itu tadi : peraturan tenaga kerja yang tidak fleksibel akan membuat perusahaan enggan melakukan rekrutmen dan investasi baru. Ujungnya : roda ekonomi menjadi tersendat, dan para calon pekerja baru menjadi tidak kunjung menemukan pekerjaan yang diimpikannya.

    Melihat fakta diatas, maka kebijakan mengenai outsourcing mungkin akan terus berjalan, bahkan mungkin dengan laju yang kian menggeliat. Jadi harus bagaimana?

    Dari sisi pekerja, fenomena outsourcing ini mungkin memang sebuah berita yang sungguh memilukan. Memilih menjadi pegawai dengan status outsourcing memang seperti menggantang masa depan pada sebuah jalan ketidak-pastian yang kelabu.

    Namun sekedar menggerutu pada perusahaan atau mengomel tentang kebijakan outsourcing juga hanya buang-buang energi belaka. Sebab mengutuk keadaan hanyalah cermin dari sebuah sikap yang tak mau menerima tanggungjawab penuh akan nasib diri sendiri.

    Karena itu jika ada ada diantara Anda yang kebetulan menjadi pegawai outsourcing, kenapa tidak menjalaninya saja dengan penuh ketekunan. Tentu saja sambil terus belajar, menggali pengalaman bekerja, dan senantiasa mengasah kecakapan yang relevan. Lalu suatu saat, ketika ada kesempatan pekerjaan yang lebih menjanjikan, Anda bisa dengan lebih siap bersaing untuk mendapatkannya.

    Sekali lagi, pesan yang ingin terus disuarakan adalah ini : we create our own destiny. Menjadi pegawai outsourcing bukanlah sebuah petaka yang menjadi akhir segalanya. Bagi pribadi yang bermental tangguh dan selalu berpikir positif, pengalaman menjadi tenaga outsourcing mungkin justru merupakan jalan yang harus dilalui untuk menapaki kesuksesan di kemudian hari.

    Sumber :

    http://strategimanajemen.net/

  • VIVAnews – Krusell, produsen pernak-pernik perangkat elektronik dan ponsel asal Swedia, merilis daftar 10 ponsel terlaris selama bulan Oktober 2010. Siapa yang paling bersinar?

    Bulan lalu Samsung berhasil membuat gebrakan dengan produk Android andalannya, Samsung Galaxy S. Bulan ini produsen asal Korea Selatan itu musti kembali tunduk pada kebesaran Apple berikut iPhone 4, yang sempat menyandang gelar ponsel terlaris juga di bulan Juli silam.

    Berikut 10 ponsel terbaik Oktober 2010 tersebut:
    1. (3) Apple iPhone 4
    2. (2) Nokia 3720 Classic
    3. (1) Samsung i9000 S Galaxy
    4. (6) Nokia C5
    5. (-) Nokia 2730 Classic
    6. (-) Nokia 6303 Classic
    7. (4) HD2 HTC
    8. (9) Nokia E52
    9. (10) Nokia 6700 Classic
    10. (5) HTC Desire

    ( ) = posisi bulan lalu

    Apple kembali dengan iPhone 4 ke posisi puncak daftar Top Seller Krusell di bulan Oktober. Ini bukan kali pertama Apple bertengger di posisi puncak. Pada daftar Top Seller Krusell di bulan Juli silam, smartphone Apple itu sempat menduduki posisi pertama.

    Namun, di bulan September, Apple tergelincir ke posisi ketiga yang penyebab turunnya permintaan disinyalir karena isu teknis dan distribusi yang sempat tertunda di beberapa wilayah. “Di bulan Oktober pasokannya membaik dan kembali meningkat, baik menurut catatan Apple maupun Krusell,” kata Ulf Sandberg, managing director Krusell dalam keterangan pers yang dikutip VIVAnews, Senin 15 November 2010.

    Nokia masih belum bisa dianggap remeh. Meski media dan industri belakangan lebih heboh dengan rentetan berita smartphone Android, iPhone, dan BlackBerry, Nokia terbukti masih kokoh di dalam daftar Krusell. Dari 10 peringkat di daftar Krusell, enam di antaranya masih ditempati produsen asal Finlandia itu. “Sejauh ini, Nokia masih menjadi pemain terbesar di industri telepon selular dunia,” tukas Sandberg.

    Adapun pemilihan ponsel ini didasari pada daya serap konsumen terhadap produk-produk casing (pembungkus) ponsel, termasuk perangkat serta pernak-pernik portabelnya, yang diproduksi Krusell sebanyak lebih dari tiga juta unit rata-rata per tahun.

    Daftar keluaran Krusell ini cukup unik mengingat data yang terkumpul merepresentasikan penjualan ponsel di enam benua dan di lebih dari 50 negara di seluruh dunia. (hs)

    • VIVAnews

  • Ilmu 03.11.2010 No Comments

    Performance management dashboard pada dasarnya merupakan upaya untuk meng-otomatisasikan proses pengelolaan kinerja perusahaan melalui instalasi software yang didesain khusus untuk itu. Dinamakan dahsboard lantaran bentuk perangkat lunak yang diinstal biasanya mirip dengan “dashboard” mobil. Ibaratnya dengan hanya melihat dashboard itu kita langsung tahu kondisi mobil kita : apakah olinya sudah perlu diganti, berapa kecepatan laju mesin kita saat ini, berapa liter pemakaian bensin per 100 km, dst.

    Performance dashboard persis ingin melakukan hal seperti itu : melalui aplikasi ini kita bisa melihat “denyut nadi” kinerja perusahaan kita dengan otomatis dan real time : berapa tingkat penjualan produk A di setiap region pada minggu ini, berapa jumlah transaksi per customers, berapa tingkat defect rate untuk produk B, berapa jumlah jam pelatihan per karyawan telah dilakukan, dst.

    Proses otomatisasi tampaknya merupakan langkah lanjutan yang mesti diambil manakala perusahaan/kantor kita telah berhasil membangun pola pengelolaan kinerja berdasar key performance indicators (KPI-based performance management) atau juga melalui melalui pendekatan balanced scorecard.

    museum-dashboard-smr

    Penerapan performance management dashboard ini memiliki arti strategis setidaknya karena tiga alasan penting. Yang pertama, dari pengalama saya dalam proses pengembangan corporate performance management system, ternyata salah satu tahapan paling yang paling krusial adalah dalam aspek dokumentasi data pencapaian KPI (atau KPI data reporting).

    Sering kita sudah mendesain KPI sedemikian rupa dengan baik, namun kemudian proses pemantauan atau tracking-nya menjadi kedodoran lantara tidak didukung dengan sistem pelaporan yang baik dan sistematis. Dengan adanya sistem performance dashboard ini, kita akan sangat terbantu dalam proses monitoring data-data pencapaian kinerja ini.

    Alasan yang kedua adalah ini : it’s a paperless era! Proses pengelolaan manajemen kinerja perusahaan tak jarang menenggelamkan kita dalam proses administratif yang penuh keribetan dengan tumpukan kertas yang bejibun. Bayangkan berapa lembar kertas yang kudu di-print ketika kita harus memantantau dan mengelola kinerja bulanan setiap divisi atau departemen (atau bahkan setiap karyawan) yang ada di perusahaan. Otomatisasi melalui performance dashboard akan men-streamline-kan semua keribetan itu. Proses kerja menjadi jauh lebih efisien, dan kita bisa bilang sayonara dengan tumpukan kertas yang acap menyergap setiap sudut meja kita.

    products_itgrc_dashboard-re

    Alasan yang terakhir dan paling penting adalah : performance management dashboard ini akan sangat membantu CEO dan top manajemen dalam proses pengambilan keputusan secara cepat dan akurat. Dengan hanya screen yang ada di depan mejanya dan beberapa klik, sang CEO dengan mudah dan real time bisa memantau semua aspek kinerja setiap divisi yang ada di perusahaan – mulai dari aspek finansial, aspek pelanggan, aspek proses bisnis dan aspek pengembangan SDM-nya. Didukung dengan kemampuan analitis yang ada dalam software tersebut, sang CEO juga dengan segera bisa melakukan analisa mengenai korelasi beragam variabel kinerja dan juga perkembangan tren-nya, apakah naik atau menurun.

    Di tanah air sendiri, terdapat sejumlah perusahaan IT yang menawarkan solusi performance dashboard ini, antara lain adalah Microsoft Dynamics dan juga SAP (salah satu perusahaan penyedia software manajemen dan enterprise planning terbesar di dunia).

    Harga yang ditawarkan oleh sejumlah vendor ini cukup variatif, mulai dari Rp 150 jutaan untuk 5 users license hingga Rp 1 milyar untuk 200 users. Masing-masing vendor menawarkan fitur yang beragam dan dapat disesuaikan dengan sistem manajemen kinerja yang telah diterapkan oleh perusahaan/kantor kita.

    Mengelola kinerja perusahaan/organisasi dan juga kinerja SDM secara sistematis, terukur dan cerdas rasanya merupakan salah satu elemen penting untuk merajut keunggulan bisnis nan kompetitif. Dan penerapan performance management dashboard ini akan membawa langkah kita lebih dekat dalam perjalanan meraih keunggulan itu.

    Sumber : http://strategimanajemen.net (ada bbrp kalimat yang dihilangkan).

  • Management 03.11.2010 No Comments

    Inovasi kini barangkali telah menjelma menjadi sebuah mantra yang kudu diusung kala sebuah organisasi bisnis hendak terus mengibarkan kejayaannya. Tanpa inovasi, sebuah perusahaan bisa terpeleset dalam ambang kekalahan.

    Produk smartphone keluaran Nokia misalnya, siapa mengira bisa begitu cepat terpeleset dalam pasar domestik di tanah air. Inovasi agresif yang telah dilakukan oleh para pesaingnya telah membuat relevansi Nokia menjadi begitu cepat pudar dalam persaingan pasar ponsel yang begitu keras.

    Lantas jika inovasi memang telah menjadi begitu penting, dimensi apa yang mesti diracik untuk menopang keberadaannya? Disinilah kita mesti menoleh pada konsep tentang knowledge management. Atau sebuah proses untuk menciptakan, mengelola, dan mengaplikasikan pengetahuan demi tumbuhnya parade inovasi yang membikin para pesaing kehilangan nyali.

    Sebelum mendiskusikan secara detil mengenai pentingnya knowledge management dalam mendorong proses inovasi, ada baiknya kita melihat sekilas mengenai dua kategori penting pengetahuan. Yang pertama adalah apa yang disebut sebagai explicit knowledge atau pengetahuan yang bisa dengan mudah dijabarkan dalam rangkaian kata-kata, atau formula dan langsung dapat ditransfer secara lengkap kepada orang lain. Contoh pengetahuan eksplisit adalah seperti buku panduan pemeliharaan mobil atau SOP pelayanan pelanggan.

    Jenis yang kedua adalah tacit knowledge atau jenis pengetahuan yang relatif lebih sulit dijabarkan dengan rangkaian kata-kata. Seringkali pengetahuan yang amat mendalam dan menempel dalam otak seseorang tidak terlalu mudah untuk ditiru. Contoh : pengetahuan seorang koki yang dibangun bertahun-tahun melalui pengalaman panjang. Buku resep adalah explicit knowledge yang mudah di-akses dan dipelajari. Pengetahuan koki yang handal adalah tacit knowledge yang tidak begitu mudah ditransfer kepada orang lain.

    Tugas knowledge management adalah memastikan bahwa kedua jenis pengetahuan itu – baik yang bersifat explicit ataupun tacit – dapat dipelihara, terus dikembangkan dan kemudian diaplikasikan untuk memenangkan pertempuran dalam arena bisnis.

    Sebuah perusahaan yang berhasil menjalankan tugas knowledge management dengan cemerlang biasanya akan mampu melenggang menuju jalan kemenangan inovasi. Sebaliknya, perusahaan yang lamban dalam mengakuisisi pengetahuan mutakhir acap akan tergelincir dalam tebing kekalahan.

    Disini kita bisa melihat beragam contoh tentang peran pengetahuan dalam mendorong inovasi yang menjulang. Kisah pil biru yang menggemparkan dengan merk Viagra itu misalnya, diracik oleh pengetahuan cemerlang Pfizer : sederet pengelolaan pengetahuan yang dibangun melalui riset medis yang amat panjang. Atau kisah Teh Botol Sosro, dibentangkan oleh tonggak tacit knowledge para pendirinya tentang bagaimana caranya meracik teh dengan aroma dan rasa yang pas di hati – sehingga apapun makanannya, minumnya selalu teh sosro.

    Sebaliknya, karena merasa tidak memiliki pengetahuan yang bagus tentang cara membikin kecap dengan rasa mak nyus, maka Unilever Indonesia “membajak pengetahuan” dengan cara membeli perusahan Kecap Bango.

    Kisah akuisisi pengetahuan ini juga terjadi dalam kasus pembelian perusahaan PeopleSoft (software dalam bidang HR) oleh Oracle. Karena merasa tidak memiliki pengetahuan yang kokoh dalam bidang software HR system, Oracle – salah satu penguasa pasar software bisnis selain SAP – memilih melakukan “instant knowledge acquisition” dengan cara mencaplok PeopleSoft.

    Sementara, tanpa kecepatan membangun pengetahuan yang terus berkembang, perusahaan bisa tersandung. Dalam pasar smartphone misalnya, masa depan berpihak kepada mereka yang memiliki pengetahuan software yang unggul. Dan sungguh dalam pengetahuan software ponsel ini, Nokia ibarat murid SLTA jika dibanding iPhone atau Google Android (yang level pengetahuannya sudah setara dengan kelas profesor). Itulah kenapa dalam pasar smartphone, Nokia mendadak menjadi pecundang yang hanya bisa termangu menyaksikan ponsel Android terus melesat.

    Pesan yang mau disampaikan adalah ini : sebuah knowledge management yang handal hanya bisa tumbuh jika pertama-tama ia dibekali oleh kecakapan dalam menciptakan dan mengakuisisi pengetahuan. Dan seperti yang dicontohkan dalam kasus diatas, dua alternatif cara menciptakan pengetahuan untuk inovasi adalah : 1) membangun sendiri melalui proses research & development yang panjang dan melelahkan (contoh Pfizer) atau 2) melakukan akuisisi pengetahuan (seperti contoh Kecap Bango).

    Apapun caranya, terus berusaha mengembangkan pengetahuan demi tumbuhnya inovasi adalah kunci kemenangan bisnis. Jadi sekali lagi, INNOVATE or DIE.

    Sumber : http://strategimanajemen.net/


  • Management 03.11.2010 No Comments

    Knowledge-based economy, demikian sebuah kosa kata yang kini makin acap terdengar. Frasa itu secara eksplit juga makin meneguhkan pentingnya makna pengetahuan bagi eksistensi sebuah organisasi – entah itu organisasi bisnis ataupun organisasi publik.

    Dalam konteks itulah, kini juga makin mendesak sebuah kebutuhan bagi setiap organisasi untuk membangun apa yang disebut sebagai knowledge management atau manajemen pengetahuan. Knowledge management atau sering disingkat KM sendiri sejatinya dapat diartikan sebagai sebuah tindakan sistematis untuk mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan mendistribusikan segenap jejak pengetahuan yang relevan kepada setiap anggota organisasi tersebut, dengan tujuan meningkatkan daya saing organisasi.

    Di Indonesia sendiri, konsep dan aplikasi dari knowledge management ini sudah makin berkembang dengan baik. Bahkan ada sebuah organisasi konsultan, yakni Dunamis (pemegang lisensi Stephen Covey di Indonesia) yang memberikan award tahunan bagi perusahaan di Indonesia yang dianggap terbaik dalam penerapan knowledge management. Award itu disebut MAKE (Most Admired Knowledge Enterprises), dan tiga pemenang utama untuk tahun 2008 ini adalah Excelkomindo Pratama (XL), Astra International dan Telkom Indonesia.

    Lalu langkah apa saja yang mesti dilakukan untuk mengembangkan knowledge management yang tangguh? Berikut tiga tips praktis yang mungkin bisa dirajut guna menata knowledge management yang efektif.

    Langkah yang pertama adalah membangun apa yang bisa disebut sebagai Portal Pengetahuan secara internal (intranet knowledge portal). Dalam portal yang bisa diakses oleh setiap anggota perusahaan inilah, disusun beragam folder dan menu pengetahuan yang relevan. Isinya bisa menyangkut artikel-artikel tentang manajemen praktis; paper mengenai dinamika industri bisnis yang digeluti; materi-materi pelatihan internal; ataupun juga berupa paper pengalaman dari karyawan perusahaan tersebut dalam mengerjakan sebuah projek tertentu.

    Dulu ketika saya masih bekerja pada sebuah perusahaan konsultan asing, firma saya ini menyediakan sebuah portal pengetahuan yang sangat ekstensif. Salah satu menu favorit kami adalah “lesson learned paper” yang berisikan poin-poin penting apa – baik poin kegagalan ataupun keberhsilan — yang diperoleh ketika rekan-rekan kami mengerjakan projek konsultasi untuk para kliennya di berbagai negara di dunia. Melalui paper ini, “learning curve” kami dapat bergerak dengan cepat lantaran adanya proses saling berbagai pengetahuan dari beragam sumber di beragam tempat.

    Lalu, siapa yang mestinya mengelola portal pengetahuan ini? Idealnya mesti ada satu dedicated person yang bertugas mengidentifikasi, mengkodifikasi dan menata beragam sumber pengetahuan yang relevan (sebutannya adalah “knowledge officer”). Orang ini tentu mesti dibantu oleh tim IT untuk menyiapkan infrastruktur database dan portal intranet tersebut.

    Langkah praktis kedua adalah dengan mentradisikan semacam pertemuan Knowledge Sharing Session, selama sekitar 2 jam, setidaknya setiap bulan sekali. Sharing session ini bisa dilakukan secara corporate-wide, atau dilakukan per departemen/divisi. Bisa dilakukan dengan mengundang narasumber dari luar atau internal. Materinya bisa berupa pengetahuan manajemen praktis ataupun pengalaman karyawan dalam mengerjakan sebuah tugas/projek. Hasil sharing session ini kemudian juga bisa di-upload ke Portal Pengetahuan, sehingga setiap karyawan bisa mengakses materinya. Knowledge sharing session ini akan sangat bermanfaat dalam menggali dan mendistribusikan potensi pengetahuan yang ada dalam diri setiap karyawan perusahaan.

    Langkah praktis ketiga adalah dengan menerbitkan semacam Online Knowledge Buletin. Buletin ini dapat diterbitkan sebulan atau dua bulan sekali, dan berisikan update pengetahuan-pengetahuan mutakhir mengenai manajemen/bisnis ataupun mengenai dinamika industri yang ditekuni oleh perusahaan tersebut (beragam artikel yang ada di blog ini juga sangat cocok menjadi materi buletin itu…..hehehehe). Buletin ini sebaiknya didistribusikan melalui multimedia email (email multimedia maksudnya email yang isinya variatif, penuh warna dan elemen visual lainnya; jadi berbeda dengan email tradisional yang garing dan biasa Anda terima itu). Melalui knowledge buletin ini, pengetahuan setiap karyawan perusahaan Anda bisa terus disegarkan dan ter-upate; jadi tidak lapuk ketinggalan zaman.

    Demikianlah tiga langkah praktikal yang mungkin bisa Anda lakukan untuk mulai membangun knowledge management system di kantor/perusahaan Anda. Sebuah tindakan untuk merawat, menyemai dan memupuk benih-benih gagasan setiap insan demi tumbuhnya sebuah taman pengetahuan yang indah nan mencerahkan.

    Sumber : http://strategimanajemen.net