Kondisi industri teh saat ini yang stagnan berdampak pada semua pihak yang terkait dengan usaha tersebut, termasuk juga dari segi penghasilan dari teh yang jauh dari memadai, baik bagi petani teh rakyat dan juga pengelola PT Perkebunan Nusantara (PTPN) milik negara. Pada tahun 2003, volume ekspor teh Indonesia mengalami penurunan sebesar 12 persen dari tahun sebelumnya, yang mencapai 100.185 MT menjadi 88.175 MT (ITC, 2004). Dilain pihak, nilai ekspor negara-negara penghasil teh lainnya, yakni Kenya, Cina dan India mengalami peningkatan nilai ekspornya selama periode yang sama. Pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh dibawah pertumbuhan ekspor teh dunia bahkan mengalami pertumbuhan negatif (Suprihatini, 2004).
Jawa Barat menyumbang 60 persen dari produksi teh nasional dan 80 persennya berasal dai teh produksi PT. Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII). Pada tahun 2002 PTPN VIII mengalami kerugian akibat menurunnya harga teh dunia (Hariyanto, 2002). Kerugian tersebut juga terjadi pada Kebun Teh Gunung Mas sebagai salah satu unit usaha PTPN VIII. Data laporan manajemen Gunung Mas dalam lima tahun terakhir (1998-2002) menunjukkan bahwa usaha agro industri teh hitam yang merupakan produk utama Gunung mas mengalami kerugian. Kerugian yang terjadi disebabkan oleh harga pokok teh kering dan harga jual teh selama periode tersebut mengalami kesenjangan yang cukup besar.
Lemahnya daya saing teh Indonesia disebabkan oleh komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang mengikuti kebutuhan pasar karena kurangnya informasi tentang mutu spesifik dari tiap negara pengimpor teh membuat teh Indonesia. Mutu teh erat hubungannya berbagai proses produksi, yang melibatkan berbagai pengetahuan dan sumber daya manusia di dalamnya. Pengetahuan-pengetahuan tersebut sebagian besar diperoleh dari pengalaman, dan memerlukan suatu penyebaran informasi mengenai cara yang benar.
Untuk itu, segala bentuk informasi yang penting bagi perusahaan harus dikelola secara sistematis agar informasi tersebut dapat dikembangkan menjadi suatu pengetahuan yang bermanfaat bagi pembuatan keputusan. Saat ini yang berperan dalam kekuatan bersaing tidak hanya tangible assets tetapi juga intangiable assets, termasuk didalamnya aset intelektual yang terdiri dari human capital, struktur capital (sistem) dan konsumen.
Dengan melihat bahwa kekuatan bersaing tidak hanya terbatas pada faktor tangible assets tetapi juga intangiable assets yang dimiliki perusahaan, Masalah di dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut. (1) Pengetahuan apa saja yang harus diketahui oleh perusahaan, baik dari segi eksternal (konsumen dan pesaing) dan internal (proses) dalam rangka meningkatkan daya saing dalam industri teh, baik dalam pasar global dan lokal ? (2) Aset pengetahuan apa saja yang dimiliki oleh perusahaan saat ini, yang terkandung dalam proses, teknologi informasi dan sumberdaya manusia perusahaan? (3) Bagaimana pemetaan pengetahuan yang ada di perusahaan saat ini? (4) Adakah kesenjangan pengetahuan yang dimiliki perusahaan saat ini dengan pengetahuan yang harus diketahui perusahaan? dan (5) Strategi apakah yang harus dilakukan perusahaan untuk mengelola aset pengetahuannya?
Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi aset-aset pengetahuan yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam menghadapi persaingan dalam industri teh saat ini dan di masa depan, (2) Mengidentifikasi aset-aset pengetahuan yang dimiliki oleh PPTPN VIII, Gunung Mas yang terkandung dalam proses, teknologi informasi dan sumberdaya manusia, (3)Memetakan alur pengetahuan (knowledge mapping) yang ada dalam perusahaan (4) Menganalisa kesenjangan pengetahuan (knowledge gap) perusahaan dan (5) Merumuskan strategi yang perlu ditempuh oleh perusahaan dalam rangka mengelola aset pengetahuannya.
Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan metode deskriptif dalam bentuk studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung, wawancara dengan pihak eksternal dan pihak internal Perkebunan Gunung Mas, melakukan patok duga dan studi literatur. Pemilihan pihak-pihak yang terlibat tersebut dilakukan secara purposive sampling. Teknik Pengolahan dan Analisis Data menggunakan beberapa pendekatan yaitu, sebaran t-student, K-mapping, Analisa kesenjangan, Analisis Frekuensi Data dan Pendekatan Rule base untuk sistem pakar.
Pengetahuan yang perlu diketahui oleh perusahaan dalam tiga bagian besar yaitu pengetahuan yang terkandung dalam proses (kebun dan proses produksi), pengetahuan konsumen dan pengetahuan mengenai pesaing. Untuk pengetahuan proses, terdiri dari pengtahuan hulu dan hilir. Pengetahuan yang ada di subsistem hulu dibagi menjadi beberapa bagian yakni pengetahuan saat penanaman, pengetahuan untuk tanaman belum menghasilkan dan pengetahuan tanaman menghasilkan. Pengetahuan untuk penanaman antara lain adalah pengetahuan tentang jenis varietas teh, daerah penanaman teh yang berhubungan dengan elevasi (ketinggian dari permukaan laut), bibit tanaman teh, jenis tanah yang cocok digunakan, kemampuan lahan dan pengetahuan mengenai jarak tanaman yang optimal.
Beberapa pengetahuan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) perlu dimiliki oleh perkebunan adalah pemeliharaan dan pemangkasan tanaman, pemberian mulsa, pengendalian Gulma, baik secara secara kultur teknis, mekanis/manual dan kimia, pemupukan dan pembentukan bidang petik. Pengetahuan untuk Tanaman Menghasilkan antara lain adalah pengetahuan tentang jenis pemetikan, jenis Petikan, giliran Petik, hanca petik, penanganan pucuk, pengetahuan mengenai pengendalian hama dan penyakit, pemupukan dan pengendalian gulma. Pada subsistem hilir (pengolahan), pengetahuan yang diperlukan umumnya memiliki standar sesuai dengan proses yang diperlukan. Pengetahuan-pengetahuan yang perlu dimiliki antara lain adalah pengetahuan mengenai proses pelayuan, penggilingan, proses Fermentasi, proses pengeringan, proses Sortasi kering dan pengetahuan mengenai pengemasan Teh.
Untuk faktor ekternal, yakni konsumen dan pesaing, pengetahuan yang perlu dimiliki perusahaan mengenai konsumen, diantaranya adalah mengenai jenis mutu yang diinginkan konsumen, cita rasa yang diinginkan konsumen (organoleptik) dan juga perkembangan produk-produk teh. Mutu yang paling banyak diminta pada lima tahun terakhir adalah mutu jenis Fanning, yang rata-ratanya mencapai 24,26 persen. Berdasarkan hasil analisa kesesuaian mutu yang dihasilkan oleh Perkebunan Gunung Mas dengan permintaan pasar dengan menggunakan uji t-student diperoleh hasil bahwa persentase mutu jenis BP1, PF1, Fanning, D1, D2 dan D3 yang dihasilkan oleh perkebunan Gunung Mas tidak berbeda dengan jenis-jenis mutu yang diminta oleh konsumen. Namun demikian, untuk mutu jenis PD, hasil analisis menunjukkan bahwa persentase mutu jenis PD yang dihasilkan oleh Perkebunan Gunung Mas berbeda dengan persentase mutu yang diminta oleh konsumen. Dapat disimpulkan bahwa dari kesesuaian mutu, Perkebunan Gunung Mas mampu memenuhi keinginan konsumen. Berdasarkan organoleptiknya, terdapat beberapa pasar teh yang memiliki karakteristik yang berbeda.
Berdasarkan perbandingan harga diantara 18 perkebunan-perkebunan penghasil teh jenis CTC, diperoleh hasil bahwa untuk semua jenis mutu perkebunan yang memiliki harga jual tertinggi adalah perkebunan Cibuni, sedangkan pada urutan kedua adalah perkebunan Wonosari, PTPN XII. Perkebunan Gunung Mas sendiri berada pada posisi ke 12 dari 18 perkebunan. Hal tersebut menunjukkan bahwa posisi Perkebunan Gunung Mas masih rendah.
Berdasarkan audit pengetahuan yang ada di Perkebunan Gunung Mas, secara umum perkebunan telah memiliki pengetahuan dalam hal proses (kebun dan pengolahan). Hal tersebut dapat dilihat dari alur pengetahuan yang ada, sebagian besar pengetahuan proses yang diperlukan oleh perusahaan telah dimiliki. Namun demikian, dalam hal pengetahuan mengenai konsumen dan pesaing yang merupakan bagian dari eksternal perusahaan, perkebunan Gunung Mas belum banyak memilikinya. Pengetahuan yang ada di subsistem hilir (pengolahan) sebagian besar merupakan jenis pengetahuan eksplisit, dalam bentuk prosedur-prosedur baku yang dapat dibaca dan menjadi acuan para karyawan di Subsistem tersebut. Dilain pihak, untuk pengetahuan di subsistem hulu, terdapat beberapa pengetahuan yang bersifat tacit, diantaranya adalah pemangkasan, teknik persemaian dan pembentukan bidang petik.
Red Alert Zone terdapat pada subsistem hulu dan pengetahuan mengenai konsumen dan pesaing. Untuk subsistem hulu fokus strategi lebih pada pendekatan sosialisasi melalui proses penyebaran baik secara internalisasi maupun eksternalisasi. Berdasarkan hal tersebut direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut. (1) Perusahaan menetapkan waktu khusus untuk berdiskusi antara karyawan mengenai hasil kerja dan bertukar ide antar karyawan, (2)Membuat prosedur operasional baku untuk tiap-tiap pengetahuan yang ada di subsistem hulu disesuaikan dengan kondisi Perkebunan Gunung Mas, (3) Sistem pelatihan dan pendidikan yang berjenjang, dimana karyawan yang mendapatkan pelatihan dan pendidikan diharuskan berbagi pelatihan dengan karyawan lain melalui prosedur baku, (4) Adanya penilaian terhadap pelatihan atau pendidikan yang diberikan kepada karyawan, dimana hal tersebut berpengaruh terhadap reward and punishment, (5) Mengadakan program untuk meningkatkan kemampuan untuk menuangkan pengetahuan tacit karyawan, misalnya penulisan karya tulis dan (6) Dokumen yang telah ditulis, disimpan dalam database perusahaan serta kepemilikan Perpustakaan di Perkebunan Gunung Mas.
Komentar dari saya sbb :
- KM ternyata bisa diterapkan pada semua bentuk perusahaan, dari perusahaan yang berhubungan dengan IT sampai dengan sebuah perusahaan perkebunan.
- Implementasi KM akan berhasil apabila disupport sepenuhnya oleh stakeholder dan shareholder.
Sumber : http://elibrary.mb.ipb.ac.id/
Leave a Reply