• Case Study KM 14.10.2010

    Setelah setahun menjalankan program Allianz Indonesia Corporate University, kinerja perusahaan asuransi asal Jerman itu meningkat. Untuk pertama kalinya pencapaian premi tembus Rp 4,3 triliun. Apa yang mereka pelajari?

    Meski di satu gedung, dulu karyawan Allianz Indonesia tidak saling kenal. Jika bertemu di satu lift pun, mereka tidak bertegur sapa. Ya, hanya mereka yang berada di satu divisi yang bisa saling akrab. Namun, sekarang di lift kantor yang menempati Gedung Summitmas I, Jalan Sudirman, Jakarta, ini canda tawa karyawan Allianz-lah yang paling heboh.

    Sekarang karyawan Allianz melebur. Jangankan mereka yang berada di satu departemen, mereka yang berbeda perusahaan di dalam grup itu pun lebih bersahabat. Baik karyawan PT Allianz Life Indonesia/ALI (asuransi jiwa) yang markasnya di lantai 1 maupun karyawan PT Asuransi Allianz Utama Indonesia/AUI (asuransi umum) yang berada di lantai 9 lebih peduli pada teman sejawat dan lingkungan perusahaan.

    Ini berkat diterapkannya program Allianz Indonesia Corporate University (AICU).  Menurut Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kepatuhan AUI itu, sejak 2008 Grup Allianz memandang SDM sebagai capital. Sebagai perusahaan asuransi, pengelolaan SDM sangat vital, sehingga manusianya perlu dilibatkan di dalamnya untuk pengembangan mereka.

    Apa dan bagaimana AICU? Mursosan menjelaskan, AICU merupakan bentuk program Integrated People Development, sebagai divisi pengembangan SDM yang terintegrasi bagi staf, agen dan mitra bisnis. Management menyebut Allianz Citizen untuk para staf, agen dan mitra bisnis Allianz Grup, kata profesional yang telah 25 tahun menggeluti dunia SDM itu. Dengan AICU, diharapkan terbentuk integrated people development under one strategic umbrella. Pembentukan AICU membutuhkan waktu 6 bulan dan dibantu lembaga PPM di Menteng, Jakarta.

    Kegiatan pendidikan dan pelatihan AICU yang diresmikan per Juli 2008 dipilah menjadi tiga akademi: Management Academy (untuk karyawan), Agency Academy (untuk tenaga keagenan) dan Bancassurance Academy (untuk tenaga penjual bancassurance). Sementara, kurikulumnya dibedakan menjadi dua. Pertama, materi umum, yaitu soft skills yang ditujukan untuk semua akademi. Contohnya, Communications Skills, Feedback & Coaching, serta Problem Solving. Kedua, materi khusus, yakni berhubungan dengan peningkatan kompetensi (skill & knowledge) di bidang masing-masing. Misalnya, materi Power Presentation, Product Knowledge & Selling Skills (untuk tenaga penjualan).

    Selain itu, ada konsep Learning Culture (budaya pembelajaran). Di sini AICU bermisi menjadikan Allianz Indonesia sebagai organisasi pembelajaran (learning organization) dengan budaya pembelajaran yang kuat. Dipadu dengan program pengembangan diri dan kapabilitas terintegrasi bagi semua orang, maka lahirlah konsep pengajaran dengan metode sharing untuk materi-materi yang ada dengan fasilitator internal yang mendapat predikat Learning Champion (LC).

    Siapa saja yang berhak menyandang predikat LC? Jawabannya adalah Allianz Citizen yang telah mengikuti pelatihan sebuah materi, kemudian bersedia mendalami materi itu dan dilatih menjadi fasilitatornya dalam sesi lanjutan Train for The Trainers. Para LC adalah mereka yang telah mengabdikan waktunya setidaknya 8 jam kerja dalam sehari untuk memfasilitasi sebuah materi kepada kelas berisi 30-40 orang. Penerapan konsep ini dimulai pada 1 Januari 2009.

    Dengan menjadi LC, orang tersebut otomatis juga menjadi panutan dalam kegiatan sehari-hari. Apabila makin banyak LC, kian banyak orang yang bisa dilatih dan makin banyak pula SDM yang memiliki kompetensi mendalam sekaligus menjadi role model. Pada gilirannya, proses ini akan mendorong peningkatan kompetensi SDM di perusahaan secara menyeluruh dan semakin kuat posisi keunggulan kompetitif perusahaan.

    Meski demikian, berdasarkan prestasinya, kategori LC dipilah menjadi tiga: silver, bronze dan gold. Untuk silver minimal memberi pelatihan 24 jam atau selama tiga hari. Untuk naik ke level gold, skor evaluasinya harus 4 (dari skala 5). LC gold ini nantinya wajib membuat artikel apa saja yang sudah disampaikan ke peserta AICU. LC harus ada kesediaan waktu dan engagement dengan training ini.

    Pelatihan awal AICU terdiri atas dua kelas. Tiap kelas diikuti 50 peserta calon LC. Dari 50 kandidat, dipilih 10 orang LC. Dalam perkembangannya sekarang, AICU telah memiliki 201 LC, 6.000 peserta Allianz Agency Academy, 4.500 peserta Allianz Bancassurance Academy dan 2.400 peserta Allianz Management Academy.

    Untuk pengembangan mentor AICU, selain mengandalkan para LC, juga ada program recognition. mengundang sosok yang dianggap sangat kompeten dan menjadi sumber inspirasi Allianz Citizen sebagai pembicara. Umpamanya, belum lama ini AICU mendatangkan T.P. Rahmat, mantan Presdir PT Astra International Tbk. Para LC ini harus bisa men-train the trainer lho, tutur Mursosan sembari menambahkan, kendala yang dihadapi LC adalah jika ada tugas kantor secara mendadak. Untuk itu, disepakati tiap penugasan kantor mesti mendapat persetujuan orang nomor satu di Allianz agar tidak bentrok dengan tugas karyawan sebagai LC.

    Struktur organisasi AICU dipimpin corporate head yang levelnya setingkat general manager dan dibantu oleh 14 staf pendukung. Selain itu, tiap tiga bulan ada steering committee yang terdiri dari pemimpin ketiga akademi Allianz. Sementara gathering untuk para LC dilakukan setahun sekali.

    Setelah dijalankan lebih dari setahun, program AICU membuahkan hasil signifikan bagi performa perusahaan dan kemajuan SDM. Untuk SDM, AICU mampu mempererat kolaborasi dan hubungan antarunit atau departemen, meningkatkan rasa kepemilikan di perusahaan, mengatrol kompetensi SDM, dan menggalakkan budaya inovasi. Setelah AICU dijalankan, meski baru awal, kedekatan antardivisi terasa. Karyawan sudah saling kenal.

    Karyawan mengakui benefit AICU. Simak pengakuan Agung. Dengan pernah menjadi LC, Agung tertantang untuk terus mengembangkan diri dan tetap menjadi karyawan terbaik.

    Carmelita Cassandra berusaha memperkuat rekannya. Dengan AICU, tiap orang berpikir untuk maju. Karena di AICU yang memberikan training teman sendiri, setiap masalah yang ditanyakan dijawab dengan jelas sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Untuk itu, kami tidak sungkan bertanya dan lebih asyik.

    Benefit AICU bagi perusahaan adalah tembusnya premi hingga Rp 4,3 triliun. Momen ini menjadi tonggak bersejarah bagi Allianz, lantaran untuk yang pertama kalinya pencapaian premi di atas Rp 4 triliun pada 2009. Bandingkan dengan premi tahun 2008 yang sebesar Rp 3,7 triliun. Selain itu, dengan AICU, perusahaan berhasil membangun budaya pembelajaran yang berkesinambungan melalui metode practice sharing.

    Tidak kalah pentingnya, Engagement, sehingga turnover tidak tinggi. Di Industri asuransi umumnya tren turnover 11%-12%, sedangkan Allianz Indonesia justru rendah, yaitu di bawah dua digit, ungkap Mursosan. Peserta pelatihan dan pendidikan AICU juga ia klaim yang terbesar. Alasannya, perusahaan asuransi lain tidak pernah sebanyak ini pesertanya, yakni lebih dari 13 ribu orang. Apalagi, jumlah LC terus bertambah, kini ada 201 orang, dengan 720 kelas.

    Boleh jadi pendapat Mursosan benar tentang jumlah peserta pelatihan yang terbesar. Namun, di samping Allianz, beberapa perusahaan asuransi lain pun mempunyai program pengembangan SDM. Sebut saja, Prudential Indonesia yang meresmikan pusat pelatihan PruSales Academy (PSA) pada 2006. Di sini profesionalisme para agen ditingkatkan dengan berbagai modul pelatihan & pengembangan. Misalnya, pelatihan asuransi dasar, pelaksanaan ujian untuk mendapatkan lisensi permanen dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia secara elektronik (e-Exam), dan pelatihan financial advisor. Kini, ada 6 cabang PSA, tersebar di Jakarta, Medan dan Bandung. Tidak semua dari 60 ribu agen Prudential mengikuti PSA.

    Bagi perusahaan multinasional sekelas Allianz dan Prudential, program corporate university sangat penting. “Ini sudah menjadi sebuah kewajiban, bukan lagi sebuah tantangan, Lilik Agung berkata, Mitra Pengelola High Leap Consulting. Menurut Lilik, dalam kontens Allianz, yang mempunyai ribuan karyawan resmi, ribuan agen dan mitra bisnis, AICU sangat urgen. Apalagi, tingkat persaingan antarperusahaan asuransi begitu ketat. Ditambah lagi, para raksasa asuransi global sedang gencar melakukan merger untuk menghasilkan megaraksasa asuransi. “Persaingan ketat ini hanya bisa dilalui apabila didukung karyawan dan para agen yang memiliki budaya pembelajar. Lagi pula, hidup-mati perusahaan asuransi tergantung pada para agen. Alhasil, para agen ini harus selalu diasah keterampilan sekaligus motivasi mereka untuk menjual dan menggaet konsumen baru. Program ini, menurutnya, sejalan dengan cita-cita Allianz untuk menjadi organisasi pembelajaran. Harapan ini akan terwujud bila proses pembelajaran telah menjadi budaya perusahaan.

    Tidak bisa dimungkiri, AICU merupakan duplikasi Allianz di beberapa negara. Mursosan mengakui pengembangan SDM di Jerman melalui Allianz Corporate University (ACU) yang ditujukan untuk internal Allianz dan eksekutif puncak. Sementara di kantor regional Allianz di Singapura ada ACU yang diperuntukkan bagi second layer dari manajemen puncak di Asia dengan program pelatihan kepemimpinan, teknis dan fugsional.

    Walaupun begitu, Lilik menilai AICU memiliki sejumlah keunikan. Menurutnya, untuk konteks Indonesia, AICU adalah kemewahan, karena belum banyak perusahaan yang peduli terhadap pengembangan karyawan melalui corporate university. Selain itu, sebagai perusahaan dengan tulang punggung karyawan di luar perusahaan (agen), maka proses pembelajaran menjadi komprehensif, terstruktur, terpola, plus terkait jenjang karier (walaupun status bukan karyawan). Bagi karyawan, AICU akan memberi mereka keleluasaan mengikuti pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan.

    Kesuksesan AICU ditentukan dua hal. Pertama, komitmen para pemimpin Allianz (dari level direksi hingga manajer). Kedua, kemampuan menjaga AICU agar tidak terpengaruh proses merger atau akuisisi bila suatu saat hal itu terjadi di tubuh Allianz. Untuk itu, ia menyarankan, AICU dikelola orang-orang yang kompeten. Juga, perlu ditingkatkan pelatih dari luar perusahaan, terutama untuk soft skills. Tak lupa, pelatih selalu memiliki pengetahuan dan kemampuan mengajar yang terbarui. Bahkan, ada kompensasi yang atraktif guna mendorong motivasi para LC mengajar.

    Sumber : http://swa.co.id/

    Posted by inuk @ 1:53 PM

  • 2 Responses

    • Nice artikel, di kantor lama KM juga berjalan dengan baik.
      Sudah pernah analisis, di Simprug kira2 bisa/visible untuk diterapin gak Pak?

    • Thx responnya bos,
      Kalo dari analisa awal sepertinya perlu support dari management. Bisa diterapkan tapi hanya dibeberapa area.
      Contohnya area yang sedikit perubahan policynya. Kalo yang sering ada perubahan policynya jadi kurang manfaat KMnya.

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *